Setiap manusia pasti memiliki keinginan terhadap sesuatu. Itulah yang kemudian disebut hawa nafsu. Pada dasarnya manusia boleh saja memenuhi segala keinginannya selama keinginan itu tidak bertentangan dengan aturan Allah dan Rasul-Nya.
Namun, ternyata begitu banyak manusia yang memenuhi segala keinginannya yang tidak benar tanpa kendali. Oleh karena itu, di dalam Islam kita mengenal ada perintah berperang melawan hawa nafsu. Itu artinya kita harus bisa mengendalikan hawa nafsu, bukan membunuh nafsu yang membuat kita tidak memiliki lagi keinginan terhadap sesuatu.
Menuruti hawa nafsu dalam arti negatif yakni menuruti segala keinginan yang tidak dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ini merupakan sifat yang tidak boleh kita miliki. Bila hal itu kita miliki, akan sangat berbahaya, tidak hanya bagi kita secara pribadi, tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat luas.
AKIBAT NEGATIF
Ada banyak akibat negatif yang akan ditimbulkan dari menuruti hawa nafsu tanpa kendali itu.
1. Menyimpang dari Kebenaran
Orang yang menuruti hawa nafsu cenderung menyimpang dari kebenaran, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, maupun keputusan dan kebijakan yang ditempuhnya.
- Nafsu ingin memiliki harta membuat begitu banyak orang yang menghalalkan segala cara dalam memperolehnya meskipun akan merugikan pihak lain.
- Nafsu memperoleh dan mempertahankan kekuasaan telah membuat banyak orang yang melanggar peraturan, meskipun peraturan itu dibuat oleh mereka sendiri, dan begitulah seterusnya.
فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ
Oleh karena itu, sebagai muslim kita harus selalu berusaha berada di atas ketentuan yang telah digariskan Allah SWT dalam menjalankan kehidupan di dunia ini dan tidak akan tergoda oleh keinginan hawa nafsu manusia yang memang selalu berusaha menyimpangkan kita dari jalan hidup yang benar.
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui." (QS Al-Jaatsiyah [45]: 18).2. Sesat dan Menyesatkan Manusia
Menyimpang dari kebenaran berarti menempuh jalan yang sesat, dan orang yang mengikuti hawa nafsu sering kali semakin asyik dengan kesesatannya itu, bahkan sampai tidak merasa berdosa lalu berusaha membenarkan kesesatan yang dilakukannya itu dengan berbagai dalih.
Oleh karena itu, seorang muslim diingatkan oleh Allah SWT agar jangan sampai menuruti hawa nafsu yang akan membawanya pada kesesatan yang fatal.
وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
Kalau seseorang selalu mengikuti hawa nafsu yang akhirnya mengarahkan dirinya pada kesesatan, maka dia pun tidak mau sesat sendirian, dia pun selalu berusaha untuk menyesatkan orang lain secara sungguh-sungguh.
إِلاَّ مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ وَإِنَّ كَثِيراً لَّيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِم بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ
"Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas." (QS Al-An'aam [6]: 119).3. Melampaui Batas
Dalam banyak kasus, orang yang menuruti hawa nafsu menunjukkan sikap dan melakukan tindakan yang melampaui batas-batas kewajaran.
Sebagai contoh, kita tidak boleh berburuk sangka kepada orang lain, namun karena ada orang yang berburuk sangka kepada orang lain, kita pun mengikutinya dalam opini yang berburuk sangka itu dan penilaian terhadapnya menjadi jelek.
Jangankan orang tersebut melakukan keburukan, bila dia melakukan sesuatu yang sangat baik, sekalipun kita menganggapnya sebagai sesuatu yang buruk, ini namanya melampaui batas-batas kewajaran.
Orang yang selalui menuruti hawa nafsunya memang akan selalu bersikap dan berperilaku yang melampaui batas.
وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً
"Dan janganlah kamu mengikuti orang-orang yang hatinya telah Kami lalaikan untuk mengingat Kami, serta mengikuti hawa nafsunya karena segala urusannya suka melampaui batas." (QS Al-Kahfi [18]: 28).Ayat tersebut di atas turun ada sebabnya. Di antara riwayat yang menjelaskan tentang sebabnya adalah sebagai berikut.
Uyainah bin Hishnin datang menghadap Nabi saw. yang sedang duduk bersama Salman al-Farisi. Ia berkata: "Jika kami datang, hendaknya orang ini dikeluarkan dan baru kami dipersilakan masuk,"
Maka turun ayat tersebut yang mengingatkan Rasulullah untuk tidak memenuhi permintaan tersebut, karena hal itu sudah malampaui batas.
Dalam kehidupan kita sekarang, kita dapati begitu banyak orang yang karena menuruti hawa nafsunya, selalu memberikan penilaian yang buruk kepada orang lain meskipun orang tersebut melakukan sesuatu yang sangat baik, dan menyikapi segala sesuatu dengan hal-hal yang tidak wajar.
Bentuk lain dalam soal melampaui batas adalah penggunaan atau membelanjakan harta yang cenderung boros, padahal Islam melarang orang untuk berlaku boros, tetapi yang diperintah adalah berhemat-hemat. Dalam hal ini ada orang yang berlebih-lebihan dalam soal makan, minum, pakaian, rumah, kendaraan, dan sebagainya. Akibatnya, ada kegoncangan dalam masalah ekonomi yang berakibat pada pergeseran nilai manakala hal-hal tersebut tidak bisa dipenuhi secara wajar.
4. Merusak Kehidupan
Rusaknya kehidupan manusia akan terjadi apabila mereka selalu menuruti hawa nafsunya, baik kerusakan itu dari segi fisik maupun mental.
- Kehidupan rumah tangga juga akan mengalami kerusakan apabila orang yang ada di dalamnya selalu menuruti hawa nafsu.
- Suatu bangsa dan negara juga akan hancur manakala manusianya suka menuruti hawa nafsu.
- Menuruti hawa nafsu dalam soal harta akan merusak sendi-sendi kehidupan ekonomi. Menuruti hawa nafsu dalam masalah seks akan merusak kehidupan moral dan akhlak mulia.
- Menuruti hawa nafsu berkuasa akan menghancurkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, begitulah seterusnya.
- kekikiran yang selalu ditaati,
- hawa nafsu yang diikuti, dan
- bangga terhadap diri sendiri." (HR Bazar).
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Dengan demikian, menjadi jelas bagi kita bahwa nafsu yang ada pada diri kita masing-masing harus kita kendalikan dengan baik, sehingga segala keinginannya yang baik akan kita turuti dan kita penuhi, sedangkan keinginan yang buruk tidak akan kita penuhi meskipun hal itu akan menyenangkan diri kita secara duniawi.
Apabila hal ini tidak bisa kita capai, kita mengalami kerugian, baik di dunia maupun di akhirat. Di sinilah pentingnya memiliki nafsu yang selalu memperoleh rahmat dari Allah SWT, sebagaimana nafsu yang telah dimiliki oleh Nabi Yusuf a.s., sehingga beliau bisa menghindarkan dirinya dari segala bentuk kemaksiatan.
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
[Sumber: Dari: Drs. H. Ahmad Yani | Buletin Dakwah Khairu Ummah]
No comments :