Imam al-Mawardiy, salah seorang Ahli Fiqih Madzhab Syafi’i yang amat masyhur dan memiliki banyak karya menceritakan kisah dirinya, “Suatu hari, aku masuk masjid, lalu aku mengingat-ingat betapa luas ilmu yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadaku, lantas aku berkata pada diriku sendiri, ‘Apakah ada masalah-masalah di dalam fiqih yang tidak bisa aku jawab?.’ Kemudian aku masuk masjid dengan membawa sebagian sifat Ghurur (Membangga-banggakan diri sendiri). Tatkala aku duduk di hadapan para muridku, tiba-tiba datang seorang wanita tua renta bersama anak perempuannya, dia menghadap sembari berkata, ‘Wahai tuan guru, anak ini mengalami haidl dan kebiasaannya begini dan begini, maka berilah fatwa kepada kami, semoga Allah merahmatimu.’”
Al-Mawardiy melanjutkan, “Ternyata yang ditanyakan itu adalah masalah yang amat sepele sekali dari permasalahan haidl namun diriku sama sekali tidak bisa menjawabnya. Dan saking linglung dan tidak menentunya, sampai-sampai murid-muridku tercengang-cengang sehingga merekapun tidak dapat menjawabnya. Sementara nenek itu masih menunggu jawaban dariku namun aku tetap tidak bisa memberikan jawaban. Tatkala dia ingin keluar dari masjid, tiba-tiba berpapasan dengan salah seorang murid pemula, lantas dia bertanya kepada murid ini, ‘Semoga Allah merahmatimu, bagaimana pendapatmu mengenai seorang wanita yang mengalami haidl dan kebiasaannya begini dan begini?’ Lalu murid pemula ini dapat memberikan jawaban kepadanya dengan benar, sehingga nenek itu menyeletuk, ‘Kamu lebih baik dari orang yang duduk di sana itu!.”
Al-Mawardiy menuturkan lagi, “Akhirnya, tahulah aku bahwa Allah telah menghinakan diriku karena aku hanya bergantung kepada diriku sendiri dengan membangga-banggakannya.”
Kisah lainnya yang mirip adalah sebagaimana penuturan salah seorang pemuda yang shalih, berikut ini.
“Suatu hari aku mengikuti ujian dan aku yakin sekali bahwa materi-materi yang akan diujikan itu sudah aku kuasai dengan baik sehingga sifat Ghurûr menggelayuti diriku. Sebelum lembaran soal ujian datang, aku berkata pada diriku, ‘Soal apa sih yang ada di dalam kurikulum ini yang tidak bisa aku jawab?’ Tatkala lembaran soal sudah berada di tanganku, ternyata aku merasa tidak satupun yang aku bisa. Akhirnya, jidatku dan seluruh tubuhku bersimbah keringat akibat adanya perasaan khawatir dan cemas. Hal itu berlangsung selama kurang lebih seperempat jam. Akhirnya aku tersadar bahwa barusan tadi sifat Ghurûr telah menggelayuti diriku dan aku telah bergantung kepada kekuatan diriku sendiri. Lalu secepatnya aku beristighfar atas hal itu dan bertaubat kepada Allah dari penyakit hati tersebut. Tak berapa lama dari itu, dari waktu yang tersisa, tiba-tiba menyelinap perasaan lega dan akhirnya Allah membukakan kembali pintu kemudahan sehingga aku dapat menjawab soal-soal ujian dengan mudah.”
[SUMBER: Qashash Wa Mawâqif Dzât ‘Ibar disusun oleh ‘Âdil bin Muhammad Ali’Abdul ‘Âly [h.7-8] sebagaimana yang dinukilnya dari Kisah dalam ceramah berjudul Dâ` al-Ghurûr [Penyakit Ghurûr] oleh Syaikh. Muhammad bin al-Mukhtâr asy-Syinqîthiy].
No comments :