وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ۖ ذَٰلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ ۖ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ ۚ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ۚ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ﴿٣٠﴾اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan orang-orang Yahudi berkata, “Uzair adalah putera Allâh,” dan orang-orang Nasrani berkata, “al-Masîh adalah putera Allâh”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka. Mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allâh memerangi (melaknat) mereka. Bagaimana mereka sampai berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alim mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allâh dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putera Maryam. Padahal mereka hanya disuruh beribadah kepada Tuhan Yang Esa. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allâh dari apa yang mereka persekutukan.” [At-Taubah/9: 30 – 31]
RINGKASAN TAFSIR
– Dan orang-orang Yahudi berkata, “Uzair adalah putera Allâh.” Dia adalah seseorang yang Allâh Azza wa Jalla matikan selama seratus tahun kemudian Allâh Azza wa Jalla bangkitkan lagi. Orang-orang Yahudi menyebutnya dengan ‘Izrâ.
– Dan orang-orang Nasrani berkata, “Al-Masîh adalah putera Allâh.” Dia adalah Nabi ‘Isa bin Maryam Alaihissallam atau Yesus bin Maria Alaihissallam. Mereka menyatakan bahwa Allâh Azza wa Jalla memiliki anak. Maha Suci Allâh Azza wa Jalla dari apa yang mereka katakan. Ini adalah perkataan yang mengandung pengingkaran terhadap kemulian dan kesempurnaan Allâh Azza wa Jalla .
– Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka. Mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu, yaitu orang tua-orang tua dan nenek moyang mereka.
– Allâh memerangi (melaknat) mereka karena kekufuran mereka.
– Bagaimana mereka sampai berpaling dari kebenaran, Bukankah ini adalah suatu yang sangat aneh?
– Mereka menjadikan orang-orang alim mereka dan rahib-rahib mereka, yaitu mereka menjadikan orang-orang alim (habr di dalam bahasa Arab), yaitu orang yang berilmu di kalangan orang-orang Yahudi dan rahib-rahib mereka, yaitu orang-orang yang rajin beribadah di kalangan orang-orang Nasrani (Kristen),
– Sebagai tuhan selain Allâh dengan membuat syariat baru, dengan mengatakan bahwa ini halal dan ini haram, padahal tidak demikian. Mengikuti penghalalan dan pengharaman mereka termasuk bentuk kesyirikan dan kekufuran.
عَنْ عَدِىِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِى عُنُقِى صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ. فَقَالَ : يَا عَدِىُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ. وَسَمِعْتُهُ يَقْرَأُ فِى سُورَةِ بَرَاءَةَ : اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ. قَالَ: أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ
Diriwayatkan dari ‘Adi bin Hâtim Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara di leherku ada salib yang terbuat dari emas. Beliau pun berkata, ‘Ya ‘Adi! Buanglah patung ini dari dirimu!’ Saya mendengar Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Barâ-ah (at-Taubat, yang artinya) : Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allâh. Beliau pun berkata, “Sesungguhnya mereka tidak menyembah mereka, akan tetapi, jika mereka menghalalkan sesuatu maka para pengikutnya pun menghalalkannya. Apabila mereka mengharamkan sesuatu, maka para pengikutnya pun mengharamkannya.’.” [1]
– Dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masîh putera Maryam. Tidak hanya menganggap bahwa Nabi ‘Isa (Yesus) sebagai anak Allâh, tetapi mereka juga menganggap bahwa Nabi ‘Isa Alaihissallam adalah Tuhan.
– Padahal mereka hanya disuruh beribadah kepada Tuhan Yang Esa. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allâh dari apa yang mereka persekutukan.” [2]
Siapakah ‘Uzair Yang Dikatakan Oleh Orang-orang Yahudi Bahwa Dia Adalah Anak Allâh?
Pada ayat pertama di atas disebutkan bahwa orang-orang Yahudi mengatakan bahwa ‘Uzair adalah anak Allâh. Siapakah dia? Bagaimana kisahnya? Bagaimana mungkin dia bisa disebut sebagai anak Allâh? Insya Allâh penulis paparkan pada tulisan ini.
NAMA ‘UZAIR
Namanya adalah ‘Uzair (عُزَيْر), tetapi para Ulama sejarah berselisih pendapat siapa nama bapak beliau. Ada yang mengatakan: Jarwah, Sûrîq, Sarâyâ atau Sarûkh. Beliau berasal dari keturunan al-Lâwiyin. Beliau adalah keturunan Bani Israil.
Orang-orang Yahudi menyebutnya dengan nama "Ezra" atau ‘Izrâ (عزرا). Adapun penduduk Yahudi Madinah menyebutnya dengan ‘Uzair, karena penyebutan seperti itu lebih menunjukkan kecintaan mereka dalam penyebutan namanya atau penyebutan tersebut hanya penyerupaan dalam bahasa Arab.[3]
APAKAH BELIAU SEORANG NABI?
Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma mengatakan, “Saya tidak tahu apakah dia adalah seorang nabi atau bukan.”
Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan, “Yang masyhur, ‘Uzair adalah seorang Nabi dari Nabi-nabi Bani Israil. Beliau hidup di antara zaman Dawûd-Sulaimân dan zaman Zakariyâ-Yahyâ.” [4]
Allahu a’lam, dari kisah beliau yang akan disebutkan, keistimewaan yang dimiliki oleh ‘Uzair tidak mungkin hanya dimiliki oleh seorang shâlih biasa. Dan terdapat kabar yang masyhur dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa Bani Israil dipimpin oleh seorang Nabi di setiap zamannya. Ketika meninggal seorang Nabi, maka akan digantikan dengan Nabi yang lain.
إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ تَسُوسُهُمْ أَنْبِيَاؤُهُمْ ، كُلَّمَا ذَهَبَ نَبِيٌّ خَلَفَ نَبِيٌّ
Sesungguhnya Bani Israil dulu dipimpin oleh para Nabi. Jika satu nabi meninggal, maka digantikan dengan nabi yang lain. [5]
KEISTIMEWAAN ‘UZAIR
Beliau hafal seluruh isi Taurat dimana pada saat itu tidak ada seorang pun yang menghafalnya. Beliau mengajarkannya kepada Bani Israil dan membimbing mereka dengan Taurat.
KAPAN BELIAU HIDUP DAN DIMANA?
Beliau hidup diperkirakan sekitar tahun 451 SM. Pada saat itu, Kursy (كورش) Raja Persia yang berada di Bâbil membebaskan para tawanan dari Bani Israil. Di antara tawanan tersebut adalah ‘Uzair.
Beliau diizinkan untuk kembali ke Yerusalem dan membangun Haikal (rumah ibadah orang Yahudi). [6]
KEHERANAN BANI ISRAIL TERHADAP ‘UZAIR
Ada banyak versi yang disebutkan Ulama tafsir dan sejarah tentang sejarah ‘Uzair menuliskan atau mendiktekan Taurat kepada Bani Israil dan bagaimana beliau bisa melakukan hal tersebut. Perbedaan ini terjadi karena tidak validnya sumber yang didapatkan dari kabar-kabar Bani Israil. Mereka menukil cerita tanpa sanad (jalur periwayatan). Berikut ini adalah beberapa versi tentang hal tersebut:
[Versi-1] Dulu Ayah ‘Uzair yang bernama Sarûkh, telah mengubur Taurat di zaman penyerangan Bukhtu Nashshar di suatu tempat yang tidak diketahui oleh seorang pun kecuali ‘Uzair. Mereka dan ‘Uzair pun pergi ke tempat tersebut, kemudian mengeluarkan Taurat. Ternyata, Taurat tersebut rusak dan tidak bisa dibaca lagi. Kemudian mereka pun duduk di bawah pohon, kemudian mereka menulis ulang Taurat. Dan turunlah dari langit dua kilatan dan masuk ke dalam mulut ‘Uzair. Kemudian beliau pun mengingat Taurat dan memperbarui tulisannya Taurat. [7]
[Versi-2] Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahun anhuma berkata, “… Kemudian ‘Uzair berdoa kepada Allâh Azza wa Jalla dan bersungguh-sungguh dalam berdoa agar Allâh Azza wa Jalla mengembalikan hafalan yang telah dihilangkan dari dada-dada mereka. Ketika beliau shalat dengan khusyu’ kepada Allâh Azza wa Jalla , turunlah cahaya dari langit kemudian masuk ke dalam mulutnya. Kemudian Taurat kembali kepada beliau. Lalu beliau mengumumkan kepada kaumnya dan berkata, ‘Wahai kaumku! Sesungguhnya Allâh telah memberikan kepadaku Taurat dan telah mengembalikannya kepadaku… Kemudian mereka pun seperti itu sampai waktu yang dikehendaki Allâh Azza wa Jalla . Kemudian Tâbût diturunkan setelah beliau wafat. Ketika mereka melihat Tâbût dan ternyata Taurat yang diajarkan oleh ‘Uzair seperti yang tertera di dalam Tâbût tersebut.[8]
[Versi-3] Uzair bertemu dengan seorang yang tua. Kemudian orang tua tersebut mengatakan, “Bukalah mulutmu!” Lalu orang tua tersebut melemparkan ke dalam mulutnya sesuatu seperti batu sebanyak tiga kali. ‘Uzair kembali kepada kaummnya dan dia menjadi orang yang paling berilmu tentang Taurat… Kemudian ‘Uzair menuliskan Taurat dengan tangannya. Ketika Bani Israil kembali dari peperangan dan para Ulama Bani Israil pun kembali, mereka pun menceritakan tentang ‘Uzair. Mereka pun mengeluarkan buku yang mereka simpan di gunung. Kemudian mereka membandingkannya. Ternyata yang mereka dapatkan adalah benar. [9]
Dan masih ada beberapa versi lainnya, akan tetapi, secara keseluruhan, dapat ditarik kesimpulan bahwa ‘Uzair memang dulunya adalah seorang penghafal Taurat. Setelah beliau diwafatkan kemudian dihidupkan kembali, beliau tidak mengingat seluruhnya, kemudian beliau meminta kepada Allâh agar hafalannya dikembalikan oleh Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla mengabulkan permohonannya dan mengembalikan hafalannya. Kemudian ditulislah Taurat dengan hafalan ‘Uzair. Setelah itu terjadi pembandingan hafalan ‘Uzair dengan kitab Taurat dan ternyata hafalan ‘Uzair sama persis dengan yang terdapat pada Taurat.
MENGAPA BELIAU DISEBUT SEBAGAI ANAK ALLAH?
Dengan berlalunya waktu, sebagian orang awam Yahudi terheran-heran dengan kisah ‘Uzair, bagaimana mungkin beliau dihidupkan setelah wafat selama 100 tahun dan bagaimana bisa dia menghafal seluruh isi Taurat tanpa salah sedikit pun. Nabi Musa pun tidak memiliki kemampuan seperti itu. Nabi Musa hanya diberikan Taurat yang telah ditulis dalam sebuah kitab dan mengajarkannya.
Mereka menyangka ini tidak mungkin terjadi jika ‘Uzair hanyalah sekedar seorang Nabi. Oleh karena itu, mereka mengatakan bahwa ‘Uzair adalah anak Allâh.
Sebenarnya tidak semua orang Yahudi menyatakan bahwa beliau adalah anak Allâh. Hanya sebagian aliran Yahudi saja yang mengatakannya. Akan tetapi, dikabarkan pada ayat ini seolah-olah ini adalah akidah Yahudi. Allâh Azza wa Jalla memutlakkan mereka dalam ayat ini karena aliran yang tidak mengatakan bahwa ‘Uzair adalah anak Allâh, berdiam diri dan tidak mengingkari hal tersebut.[10]
KESESATAN ORANG-ORANG YAHUDI DALAM MASALAH INI
Tentu saja akidah yang mengatakan bahwa Allâh Azza wa Jalla memiliki anak adalah akidah yang sangat sesat. Begitu pula akidah yang mengatakan bahwa semua agama sama.
Allâh Azza wa Jalla sendiri menyatakan dalam al-Qur’an bahwa Allâh tidak memiliki anak. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
Allâh tidak beranak dan tidak diperanakkan [Al-Ikhlâsh/112:3]
Allâh Azza wa Jalla sangat marah kepada orang-orang yang mengatakan bahwa Allâh Azza wa Jalla memiliki anak. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَٰنُ وَلَدًا ﴿٨٨﴾ لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا ﴿٨٩﴾ تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا ﴿٩٠﴾ أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدً ﴿٩١﴾ا وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَٰنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا ﴿٩٢﴾ إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَٰنِ عَبْدًا ﴿٩٣﴾ لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا ﴿٩٤﴾ وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا
Dan mereka berkata, “Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, bumi belah dan gunung-gunung runtuh. Karena mereka mendakwakan bahwa Allâh yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Rabb yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Rabb yang Maha Pemurah sebagai seorang hamba. Sesungguhnya Allâh telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allâh pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. [Maryam/19:88-95]
Demikianlah beberapa penjelasan ringkas tentang ‘Uzair. Mudah-mudahan kita bisa menjadikannya sebagai pelajaran, sehingga kita tidak tersesat seperti Yahudi dan Nashrani.
Mudahan bermanfaat.
[Dari Ustadz Said Yai Ardiansyah]
DAFTAR PUSTAKA
- Aisarut-Tafâsîr li kalâm ‘Aliyil-Kabîr. Jâbir bin Musa Al-Jazâiri. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Ulûm wal-hikam
- Al-Bidâyah wan-Nihâyah. Ismâ’îl bin ‘Umar bin Katsir. 1408 H/1988. Beirut: Dâr Ihyâit-Turâts Al-‘Arabi
- At-Tahrîr wa At-Tanwîr. Muhammad Ath-Thâhir bin ‘Âsyûr. 1997. Tunisia: Dar Sahnûn.
- Ma’âlimut-tanzîl. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ûd Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyâdh:Dâr Ath-Thaibah.
- Tafsîr Al-Qur’ân Al-‘Azhîm. Ismâ’îl bin ‘Umar bin Katsîr. 1420 H/1999 M. Riyâdh: Dâr Ath-Thaibah.
- Taisîr Al-Karîm Ar-Rahmân. Abdurrahmân bin Nâshir As-Sa’di. Beirut: Muassasah Ar-Risâlah.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XVIII/1436H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]
_______
Footnote
[1] HR At-Tirmidzi no. 3095. Syaikh Al-Albâni mengatakan, “Hasan.”
[2] Lihat Aisarut-Tafâsîr II/72.
[3] At-Tahrîr wat-Tanwîr X/69.
[4] Al-Bidâyah wan-Nihâyah II/51 dan II/54.
[5] HR Abu Ya’lâ dalam Musnad-nya no. 6211 dan Ath-Thahâwi dalam Syarh Musykilil-Âtsâr no. 136. Syaikh Husain Salim Asad mengatakan, “Isnâd-nya shahîh.”
[6] At-Tahrîr wat-Tanwîr X/69.
[7] Idem.
[8] Ma’âlimut-Tanzîl IV/37.
[9] Tafsîr Ibni Katsîr IV/136.
[10] Lihat At-Tahrîr wat-Tanwîr X/69.
[Sumber: Al-Manhaj]
No comments :