Comments
Timelines
Contact
Social Media

Thursday, April 11, 2019

thumbnail

Yesus Kristus Adalah Isa Almasih Sang Nabi comments

Dulu, secara terpisah pernah beberapa orang saudara ikhwanul muslimin bertanya serius melalui inbox; bagaimana sebenarnya pandangan saya tentang Yesus Kristus dan Isa Almasih? Apakah kedua sosok ini adalah dua orang yang berbeda atau sebetulnya orang yang sama?

Pertanyaan sederhana, namun tidak mudah untuk dijawab mengingat jawaban yang diharapkan berpotensi menimbulkan misinterpretasi, bahkan dapat berobah menjadi fitnah!

Sebagai muslim fakir ilmu, saya belajar dari beberapa literatur Islam dan Kristen hingga akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa pada dasarnya kedua sosok ini sebetulnya adalah orang yang sama. 

Secara parsial Al-Quran dan Hadits meriwayatkan kehidupan Nabi Isa Almasih sejak sebelum lahir hingga dewasa, kemudian diangkat menjadi Nabiullah dan mendapat gelar sebagai salahsatu dari lima Nabiullah berpredikat Ulul Azmi. Namun kisah hidupnya "terputus" sesaat sebelum terjadinya peristiwa penyaliban yang disangka -- khususnya oleh umat Yahudi dan umat Kristen -- benar-benar terjadi pada diri beliau. 

Dengan demikian, kesamaan atau kemiripan riwayat hidup Nabi Isa Almasih dan Yesus Kristus sejak lahir hingga terjadinya peristiwa penyaliban, baik dalam Al-Quran, Hadits, dan dalam injil-injil yang pernah ada -- terutama yang oleh umat Kristen dianggap sebagai injil-injil aprokipa -- termasuk pula dalam injil-injil kanonika yang menjadi bagian dari alkitab, sebetulnya relatif sama. Yang membuat kisah hidup beliau berbeda di antara kedua versi ini adalah persprektif yang mendasari periwayatannya. Al-Quran dan Hadits secara konsisten menjelaskan sekaligus menegaskan bahwa putra bunda Maryam tsb adalah seorang Nabi, sedangkan di sisi lain, alkitab berusaha menggambarkan diri beliau sebagai tuhan! 

Pencitraan Nabi Isa Almasih sebagai tuhan, atau salahsatu oknum tuhan, khususnya dalam iman Kristen Trinitarian, terasa semakin kental dalam injil-injil kanonika dan surat-surat Paulus yang mengisahkan kehidupan beliau setelah terjadinya peristiwa penyaliban versi alkitab.

Sampai di sini, yang perlu digarisbawahi tebal-tebal adalah bahwa sekalipun alkitab dan Al-Quran serta Hadits sama-sama mengisahkan riwayat hidup dan ajaran dari sosok yang sama, namun terdapat perbedaan yang sangat mendasar di antara keduanya, terutama menyangkut hal-hal prinsipil sbb:
  1. Kisah Nabi Isa Almasih dalam ajaran Islam selesai sampai menjelang terjadinya peristiwa penyaliban, saat mana beliau diyakini diselamatkan oleh Allah dengan cara sangat ajaib, yakni diserupakan dengan orang lain yang kemudian disalib, lalu beliau (dan ibundanya) "diangkat" ke suatu tempat yang disebut-sebut sebagai tempat yang baik "disisi" Allah. Sedangkan umat Kristen meyakini bahwa yang tersalib dan mati terkutuk di tiang salib adalah Nabi Isa Almasih yang mereka tuhankan, yang bangkit dari kematian setelah penyaliban, lalu terangkat ke sorga.
  2. Segala cerita tentang Nabi Isa Almasih di dalam injil-injil kanonika, Kisah Para Rasul, dan surat-surat Paulus sejak terjadinya peristiwa penangkapan, penyaliban, kebangkitan dan kenaikan ke sorga yang harus diyakini kebenarannya menurut doktrin Kristen, tidak pernah dan tidak akan pernah dapat diterima sebagai kebenaran oleh umat Islam, karena sosok yang diceritakan tsb bukan beliau, melainkan orang lain yang tidak jelas apakah memang pernah ada atau hanya tokoh imajinatif ciptaan para pengarang injil-injil kanon dan Paulus saja.
  3. Segala daya upaya umat Kristen, khususnya para misioranis yang coba menjustifikasi iman mereka terkait ketuhanan Nabi Isa Almasih dengan cara mengutil dan merekayasa puluhan ayat-ayat al-Quran dan Hadits menurut tafsir "ngarang bebas" mereka agar diterima sebagai "kebenaran Qurani" oleh umat Islam, jelas tertolak -- dan ditolak mentah-mentah -- cukup dengan satu dalil dari Al-Quran sendiri, yakni firman Allah dalam QS. Al-Maaidah [5]: 17.
Sungguh, telah kafir orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam.” Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al-Masih putra Maryam beserta ibunya dan seluruh (manusia) yang berada di bumi?” Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dia menciptakan apa yang Dia Kehendaki.Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

Siapapun muslim yang meragukan jatidiri Isa Almasih dan Yesus Kristus sebagai sosok yang sama, sebaiknya cobalah renungkan dua pertanyaan berikut ini dengan segenap kesadaran akal budi yang dianugerahkan oleh Allah kepada kita:
  1. Jika Isa Almasih bukan Yesus Kristus yang dituhankan oleh umat Kristen sebagai salahsatu oknum tuhan Trinitas dalam iman mereka, untuk apa Allah befirman seperti tertulis dalam  QS. Al-Maaidah [5]: 17 di atas?
  2. Sedangkan dalam konteks yang sama, untuk apa Rasulullah SAW mengingatkan seluruh pengikutnya agar jangan sampai terperangkap "ghuluw", atau sikap berlebihan dalam memandang beliau melalui salahsatu hadits shahih ini? 
“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagai-mana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ‘Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka kata-kanlah, ‘‘Abdullaah wa Rasuuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya).’” 
[HR. Al-Bukhari (no. 3445), at-Tirmidzi dalam Mukhtasharusy Syamaa-il al-Mu-hammadiyyah (no. 284), Ahmad (I/23, 24, 47, 55), ad-Darimi (II/320) dan yang lainnya, dari Sahabat ‘Umar bin al-Khaththab RA]

LALU, BAGAIMANA SEHARUSNYA SEORANG MUSLIM MENYIKAPI DUALISME INI?
Seorang akademisi dan penulis; Mahardhika Zifana dalam salahsatu tulisannya di KOMPASIANA menjelaskannya dengan baik sebagai berikut.

APALAH ARTI SEBUAH NAMA?
Demikian Kata Mbah ‘Will I Am Shakespeare’.
Kutipan lengkapnya berbunyi; “What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet.”

Memang benar demikian. Apalah arti sebuah nama? 
Benda yang kita sebut mawar itu, kalaupun disebut dengan nama lain baunya akan tetap sama. Maksudnya Mbah Shakespeare, kalaupun mawar itu kita sebut oncom, tidak serta-merta baunya jadi macam tauco, wanginya tetap wangi mawar yang hakiki, karena toh bendanya memang itu.

Namun faktanya, nama itu sangat penting, sampai-sampai salah seorang dosen saya, Pak Iwa Lukmana, yang lulusan Monash University itu, merasa perlu menggelar karpet merah untuk sebuah kegiatan penelitian tentang nama.

Perkeliruan soal nama ini ternyata juga merambah ke mana-mana, bahkan ke dalam medan internet. Yang terbaru yang saya temukan ialah di dalam sebuah situs yang (mengaku-ngaku) situs dialog antaragama.

Kenapa saya merasa perlu membubuhkan kata mengaku-ngaku dalam tanda kurung? Ya karena sebetulnya isinya ternyata bukan dialog, tapi lebih ke arena saling hujat dan saling ejek dengan adu argumen bergaya Jaka Sembung bawa asbak, kagak nyambung, gedubrak!

Soal agama memang sensitif, sama sensitifnya seperti banteng-banteng Spanyol yang berkeliaran di Festival Pamplona. Salah posisi, bisa membuat anda terseruduk sampai tewas di sana!

Salah satu topik dalam arena saling ejek itu adalah soal nama. 
Syahdan, seorang peserta hina-menghina itu menuliskan bahwa salah satu versi nama (dari Isa dan Yesus) lebih sahih daripada yang lain, maka kitabnya pun dianggapnya lebih sahih daripada kitab lainnya. Sebuah argumen yang memang sangat ad hominem. Pada akhirnya, kepenasaranan saya ikut tergelitik. Ini bukan soal mencari benar-salah, tapi ini soal pelurusan fakta sejarah, terlepas dari soal-soal Agama.

< div style="text-align: justify;">Sejarah kadang mengaburkan karena ada banyak versi. Tapi dalam tataran bahasa, kita bisa mendaurnya hingga murni, lalu tampak wujud hakiki dari suatu kata yang menjadi polemik. Syahdan, alasan itulah  yang melahirkan disiplin etimologi dalam filsafat.
Soalan Yesus dan Isa ini memang perlu diluruskan agar orang-orang lebih paham cara berargumen yang benar dan saling menghormati. Terus terang, sebagai seorang Muslim, saya suka marah jika ada sesama Muslim yang mempermainkan nama Yesus. Okelah, sesama Muslim itu memang bersaudara. Tapi jika ada saudara yang memalukan, ya, mau tak mau saya  harus ikut menanggung malu.
Jadi begini,
Nama itu bermakna simultan dalam bahasa lainnya. Misalnya nama Charles di Inggris, dipanggil Carlos di Spanyol, Carlo di Italia, Karl di Jerman, dan Karel di Belanda dan Skandinavia. Adik tingkat saya ada yang namanya Lukman (Si Black Tea) oleh temannya yang orang Jepang dipanggil Rukuman. Teman saya yang orang Arab namanya Rahman, dipanggil Rahmanov saat dia migrasi ke Russia. Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, jika di Arab nama depannya akan dipanggil Rojab Toyib Ardogan. Mbah ideologisnya Erdogan, Necmettin Ebarkan, akan dipanggil Najmuddin Abarkhan kalau di Arab. See? Cara pengucapan bisa beda, tapi rujukannya sama.

Langkah pertama untuk meluruskan Isa dan Yesus ini seyogyanya adalah pemahaman bahwa Isa yang disebut dalam Quran adalah sosok yang sama dengan Yesus yang disebut di dalam Perjanjian Baru. Ini penting untuk ditekankan, agar mereka yang suka memperolok-olok nama Yesus sadar siapa yang sedang mereka olok-olok.

Dalam bukunya, “Jesus Will Return”, Harun Yahya membubuhkan tanda alaihissalam di belakang nama Yesus. Begitulah seharusnya nama Yesus diperlakukan, karena dia seorang nabi. Seorang Muslim diajarkan untuk menghormati para nabi alaihimassalaam dengan cara yang santun dan bermartabat.

Kita lihat prequel soal ini dari  prakelahiran Yesus alaihimassalaam. Menurut taksiran para sejarawan, beliau dilahirkan pada kitaran tahun 5 SM. Kala itu di tempat kelahiran beliau, Betlehem, bangsa beliau (Yahudi) sedang hidup dalam penjajahan Imperium Roma.

BAHASA APAKAH YANG DIGUNAKAN KALA ITU? 
Sekurangnya ada 4 (empat) bahasa yang dituturkan secara bersamaan di sana.
  1. Bahasa Ibrani (kuna, bukan bahasa Ibrani modern macam di Israel dewasa ini) sebagai bahasa ritual dan liturgi. Bahasa ini digunakan dalam berdoa dan beribadah. Mirip dengan Muslimin Indonesia yang berdoa dengan bahasa Arab. Dus, hanya para rabbi dan pemuka agama terkemuka yang menguasai bahasa ini. Kitab-kitab Tanakh (Taurat dan kitab lainnya) juga ditulis dalam bahasa ini.
  2. Bahasa Aram (bukan Arab, tapi Aram –Aramaic Language). Dengan bahasa inilah Yesus alaihimassalaam kemudian mendakwahi kaumnya, berbicara kepada ibunya, Maria, dan mengobrol dengan para tetangganya. Ini bahasa ibu Yesus alaihimassalaam, sekaligus Lingua Franca-nya tanah Kana’an. Sebagian sejarawan bahkan yakin bahasa ini dipakai di seantero Timur Tengah pada saat itu, termasuk di dunia Arab.
  3. Bahasa Latin, digunakan oleh bangsa Romawi yang menjajah tanah Kana’an saat itu.
  4. Bahasa Yunani yang digunakan oleh kaum pendatang dari wilayah Imperium Roma di bagian Eropa Timur.
Dus, bisa dipastikan bahwa Yesus alaihimassalaam dinamai ibundanya dengan nama berbahasa Aram.

Teks berbahasa Aram paling tua yang menyebut-nyebut kisah Yesus alaihimassalaam adalah Peshitta, Kitab Perjanjian Baru yang ditulis dalam bahasa Aram dengan aksara Syro. Dalam Peshitta, nama Yesus Kristus ditulis begini:

ܕܝܫܘܥܡܫܝܚܐ  Baca: eishûa mashïkha
Lalu bagaimana nama itu bisa jadi Isa (Arab), Yesus (Yunani), dan Yêshûa (Ibrani)?

Begini ceritanya.
Kalau kita perhatikan, di dalam Quran banyak sekali kisah nabi-nabi Israel (selain Isa). Jika kita bandingkan penulisan namanya,  banyak nama yang aslinya diawali bunyi "y" dalam bahasa Ibrani, tersulih menjadi berawalan "i" dalam bahasa Arab, contohnya:
  • ישמעאל (baca: yisy-ma'-e'l) menjadi إسماعيل (baca: is-ma-iil) dalam bahasa Arab,
  • ישראל (baca: yis-ra'-el) menjadi إسرائيل (baca: is-ra-iil dalam bahasa Arab,
  • יצחק (baca: yits-khaq) menjadi إِسْحَاقَ (baca: is-haq) dalam bahasa Arab.

Sekarang kita cermati nama Yesus as yang ditulis dalam Peshitta:
ܕܝܫܘܥܡܫܝܚܐ  Baca: eishûa mashïkha
ܡܫܝܚܐ (eishûa) dalam bahasa Aram adalah padanan nama untuk  ישוע (yêsyûa') dalam bahasa Ibrani.

Secara sederhana, dapat dijelaskan bahwa bahasa Aram, Ibrani, dan Arab sebenarnya berasal dari rumpun yang sama, yakni bahasa Semit. Karena soal konvergensi dan divergensi, bahasa Semit ini kemudian terpecah ke dalam tiga bahasa tersebut, di mana bahasa Ibrani terbebat oleh bahasa Aram yang lebih banyak dituturkan di zaman Yesus alaihimassalaam. Ini menjelaskan bahwa perbedaan antara nama عيسى (Iisa) dalam bahasa Arab dengan nama ܡܫܝܚܐ (eishûa) dalam bahasa Aram dan ישוע (yêsyûa') dalam bahasa Ibrani tak lebih dari soal perbedaan lafal –sama seperti dalam rumpun bahasa Melayu, kata ‘Kite’ (Betawi) dengan ‘Kito’ (Palembang) dan ‘Kita’ (Riau) dilafalkan.

BAGAIMANA NAMA YESUS MUNCUL?
Di atas, sudah dijelaskan bahwa pada zamannya, di tanah Kana’an ada 4 bahasa yang dituturkan secara simultan, termasuk salah satunya adalah bahasa Yunani di samping bahasa Aram, Ibrani, dan Latin.
Dalam Perjanjian Baru yang berbahasa Yunani, nama Isa ditulis ιησους (baca: iêsous). Perhatikan bahwa perbedaan paling mencolok ada pada bunyi "s di ujung kata. Bagaimana penjelasannya?

Secara singkat, dapat dikatakan bahwa bahasa Yunani tidak mengenal bunyi vokal glotal di akhir kata. Buktinya adalah bukan hanya nama Yesus saja, nama Nabi موسى‎  (Muu-sa) dalam bahasa Ibrani disebut מֹשֶׁה‎ (Mo-she), dan dalam bahasa Yunani disebut μωυσης  (Mouses).

Fenomena ini sebenarnya dapat dijelaskan dengan padanan bunyi vokal glotal dalam bahasa Indonesia: kita menulis BAPAK, tapi dibaca Bapa', bukan?

Sebagaimana kita ketahui, bahasa Yunani dan bahasa Latin memberikan pengaruh yang besar terhadap bahasa-bahasa Eropa. Sementara bangsa Eropa sendiri kemudian berlayar dan membuat koloni di mana-mana, bagai tawon berpindah pohon. Ini menjelaskan mengapa lafal JESUS atau YESUS lebih mengglobal daripada IISA, EISHÛA, dan YÊSYÛA'.

Sebagai catatan, di negara-negara berbahasa Arab, nama Yesus dalam Perjanjian Baru Arab tetap ditulis dalam bentuk Arab, yakni عيسى (iisa), bukan bentuk bahasa yang lain. Kemudian, ternyata, dalam Perjanjian Baru yang berbahasa Melayu-Kuna zaman dulu, nama “Isa Almasih” juga ditulis sebagai terjemahan dari kata Yunani ιησους χριστος - iêsous khristos. Salah satu contohnya adalah dua versi terjemahan Matius 1:1 berikut ini.

LAI TB : “Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham.”
Klinkert 1870: “inilah sjadjarah Isa Almasih, ija-itoe anak Da'oed, anak Iberahim.”

Akhirul Kalam, itulah hikayat nama Isa, atau Yesus alaihimassalaam. 
Sampai di sini, saya sungguh sangat benar-benar berharap agar saudara-saudara sesama Muslim jangan pernah menghina atau memperolok nama dan figur Yesus Kristus!
Yesus Kristus yang dipuja saudara-saudara kita yang Kristiani, yang namanya tercantum di dalam Alkitab Perjanjian Baru, adalah sosok dan figur yang sama dengan Isa Almasih yang namanya disebut-sebut di dalam Al Quran!


Demikian, semoga berguna!
Salam bagi umat yang mengikuti petunjuk

No comments :

Blogger Comments