Banyak pengikut Paulus yang "nggak ngeh", termasuk pendeta produk Sekolah Tinggi Teologi jaman now, bahwa untuk mengulang sukses Alkitab Klinkert terbitan 1870, maka pada tahun 2000 sekali lagi LAI menerbitkan sebuah buku tebal berjudul Kitab Suci Injil yang "sangat Islami", konon katanya hasil terjemahan Bible berbahasa Yunani terbitan tahun 1912 dengan tujuan mudah ditebak, agar umat Islam yang kebetulan membacanya akan terkecoh lalu mengira dan percaya bahwa kitab tsb adalah kitab yang disebut-sebut di dalam Al-Quran sebagai kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Isa Alayhi Salam.
Itu sebabnya kenapa di dalam kitab tsb nama Yesus Kristus tidak pernah ditulis, tetapi diganti dengan nama Isa Almasih (versi online masih dapat dilihat di sini).
Sedangkan bagaimana "islaminya" buku tsb, dapat sama-sama kita cermati dalam kutipan kata pengantarnya sbb:
KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas terbitnya edisi kedua Kitab Suci Injil terjemahan tahun 1912 dalam bahasa Indonesia. Edisi pertama dari Kitab Suci terjemahan tahun 1912 ini, terbit di Asia Tenggara pada tahun itu juga, terdiri atas seluruh Kitab Taurat, Zabur, dan Injil, ditulis dalam bahasa Melayu serta dicetak dalam huruf Arab yang juga disebut huruf Jawi. Edisi ini beredar terutama di Sumatra, Kalimantan, semenanjung Malaysia, dan Singapura. Pada tahun 1929, Kitab Suci Zabur dan Injil dari terjemahan ini diterbitkan dalam huruf Latin dengan menggunakan ejaan yang lazim dipakai di Indonesia pada zaman itu. Di Indonesia, edisi itu dipakai terutama di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Di beberapa daerah tertentu, Kitab Injil terjemahan tahun 1912 ini telah dicetak ulang dan terus dipakai sampai tahun 1970-an. Bahkan Kitab Taurat, Zabur, dan Para Nabi tetap dipakai hingga sekitar tahun 1990-an.Walaupun Kitab Suci Injil telah diterjemahkan ke dalam ribuan bahasa, naskah aslinya yang tertulis dalam bahasa Yunani tidak pernah berubah. Kitab Suci Injil terjemahan 1912 edisi kedua ini merupakan hasil pembaharuan dari edisi pertamanya, dan telah melewati proses pemeriksaan berulang kali oleh sebuah tim ahli bahasa Yunani dan bahasa Indonesia. Maksudnya ialah supaya setiap kata dan kalimat dalam bahasa Indonesia tidak melenceng dari arti dan maksud yang terdapat dalam bahasa aslinya. Karena Kitab Suci adalah sempurna dalam bahasa aslinya, teks bahasa Yunani sengaja disertakan dalam Kitab Suci edisi kedua ini, supaya Kitab Injil ini dapat dibaca dan dipelajari pula dalam bahasa aslinya.Secara umum, edisi kedua ini dari Kitab Suci Injil ini tidak jauh berbeda dari edisi pertamanya. Nama-nama, istilah-istilah, dan gaya bahasa yang ada pada edisi pertama sejauh mungkin dipertahankan dalam edisi kedua. Walaupun demikian, ada juga beberapa perubahan, antara lain:
- Edisi kali ini memakai Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD-1972) sebagai ganti ejaan yang lama.
- Tata bahasa modern yang baku di Indonesia pada saat ini dipakai menggantikan tata bahasa yang lama.
- Istilah-istilah yang sudah tidak lazim diganti dengan istilah-istilah yang umum dipakai sekarang ini, seperti: bini menjadi istri, tasik menjadi danau, Griek menjadi Yunani, jin yang najis menjadi roh jahat, dsb.
- Dalam naskah bahasa asli Kitab Injil (bahasa Yunani), sering muncul istilah kurios, yang mengandung beberapa arti, antara lain: tuan, pemimpin, pemilik, penguasa, junjungan, atau Tuhan. Dalam edisi yang pertama, pada umumnya kurios diterjemahkan menjadi Rabbi (dari kata dasar Rabb) jika yang dimaksudkan adalah Al Masih. Sedangkan dalam edisi kedua ini, untuk terjemahan kata kurios yang menunjuk kepada Al Masih, tim ahli Kitab Suci dan bahasa telah menemukan sebuah istilah yang lebih dikenal, lebih mudah dipahami, serta lebih lazim dipakai di Indonesia pada masa kini, yaitu Junjungan, Tuan, atau Junjungan Yang Ilahi, dan pemakaiannya tergantung pada konteks dan artinya di dalam kalimat.
Penjelasan tentang istilah-istilah lain bisa ditemukan pada kamus kecil yang ditempatkan pada bagian akhir dari Kitab Suci ini.Akhir kata, semoga Kitab Suci ini dapat mendatangkan berkah bagi Bapak, Ibu, serta Saudara pembaca, dan semoga Sabda Allah yang abadi ini tinggal di dalam diri Bapak, Ibu, serta Saudara dengan berlimpah-limpah hingga akhir zaman. Amin.Lembaga Alkitab Indonesia[Terjemahan 1912, dalam huruf Arab:]Sumber: Sejarah Alkitab Indonesia
CATATAN:
Baru dari kata pengantarnya saja, sebenarnya sudah banyak hal ganjil yang mengundang pertanyaan, apalagi jika menilik keseluruhan isi kitab yang "dianggap suci" ini. Namun untuk permulaan, GM cuma ingin menanggapi teks yang diberi tinta warna merah saja.
Perhatikanlah bagaimana menyesatkannya penjelasan tentang alih bahasa Kurios yang diterjemahkan menjadi Rabbi di atas itu. LAI menyebutkan bahwa kata Rabbi yang dinisbatkan kepada Isa Almasih berasal dari akar kata Rabb yang dalam bahasa Arab -- jadi bukan bahasa Yunani yang tidak mengenal kata Rabb yang justru sedang mereka terjemahkan -- dipahami sebagai personifikasi Tuhan.
Pada masa kenabiannya, Isa Almasih memang disebut "Rabbi" oleh para sahabat dan pengikutnya. Sedangkan arti Rabbi dalam bahasa sehari-hari Isa Almasih sendiri sama sekali tidak ada hubungannya dengan Rabb dalam bahasa Arab, apalagi dimaknai sebagai jelmaan Tuhan!
Dalam tradisi bertutur bangsa Yahudi, Rabbi adalah kata yang lazim digunakan untuk menyebut orang-orang alim yang dihormati.
Rabi atau Rabbi (Ibrani Klasik רִבִּי ribbī; Ashkenazi modern dan Israel רַבִּי rabbī) dalam Yudaisme, berarti "guru", atau dalam pengertian secara harafiah adalah "yang agung". Kata "Rabbi" berasal dari akar kata bahasa Ibrani RaV, yang dalam bahasa Ibrani alkitabiah berarti "besar" atau "terkemuka (dalam hal pengetahuan keagamaan)".
Dalam aliran-aliran Yudea kuno, kaum bijaksana disapa sebagai רִבִּי (Ribbi atau Rebbi) — dalam abad-abad belakangan ini berobah ucapannya menjadi "Rabbi" (guruku). Juga kata Rabuni (Markus 10:51; Yohanes 20:16) sama artinya dengan Rabbi, yaitu "guruku". Dalam masyarakat Yahudi, sebutan penghormatan ini lambat laun dipergunakan sebagai gelar, dan akhiran pronomina "i" ("-ku") kehilangan maknanya karena seringnya kata ini digunakan. Di Eropa Timur, Rabi diucapkan sebagai "Ravin," (Раввин).
Dari dulu sampai sekarang peran Rabbi dalam masyarakat Yahudi mempunyai banyak sisi. Pada jaman dahulu, Rabbi merupakan gelar seseorang yang terpelajar, yaitu guru yang menguasai keseluruhan 613 mitzvot (hukum agama) Yahudi, atau orang yang ditunjuk sebagai pemimpin agama di komunitasnya. Saat ini para Rabbi masih bertanggungjawab untuk mengajarkan ajaran agama Yahudi secara umum, dan Halakha (aturan-aturan agama) secara khusus; dan umumnya berhak menentukan penerapan hukum Yahudi.
Nah, itulah pengertian Rabbi yang sebenarnya, apalagi jika dikaitkan kepada nabi Isa Almasih, sang Guru!
Kata lain yang juga membuat kita merngerenyitkan dahi ketika membacanya adalah "sabda Allah." Kendati entah sejak kapan KBBI mendefinisikan kata sabda sebagai "perkataan atau ucapan Tuhan, Nabi, Raja dan sebagainya" , namun kita tidak pernah menemukan kata "sabda Allah" dalam literatur Islam manapun di muka bumi ini karena menurut akal dan hirarkhinya, kedudukan Allah tidak setara dengan hamba-Nya yang bergelar Nabi dan Raja. Dalam kitab Kristen sendiri Allah tidak disebut bersabda tapi berfirman!
Jika memang kata sabda dimaknai sama artinya dengan firman, tentu sudah sejak lama kita mendengar dari mulut para pendeta Kristen bahwa Yesus Kristus adalah sabda yang hidup! Bukan seperti dalam doktrin kekristenan dan menjadi angan-angan mayoritas umat Kristen selama ini bahwa Yesus Kristus adalah firman yang hidup!
Dari sini kita bisa melihat sendiri betapa menyesatkannya orang-orang yang memiliki akses penuh untuk mengotak-atik buku terjemahan yang dianggap sebagai kitab suci oleh umat Kristen, bukan?
Ya, begitulah!
Semoga bermanfaat!
No comments :