Comments
Timelines
Contact
Social Media

Thursday, December 27, 2012

thumbnail

Fakta Sejarah Betapa Biadab "Ajaran Kasih" Bernama Kristen itu! comments


 24 Juni 1096: Semlin, Hongaria.
Ribuan orang dibunuh oleh pasukan Salib dalam perjalanan mereka untuk merebut Yerusalem. Tidak seperti di kota-kota Kristen lainnya, sesampainya di Hongaria dan Bulgaria ini, sambutan terhadap pasukan Salib sangat dingin, menyebabkan pasukan Salib yang sudah kekurangan makanan ini marah dan merampas harta benda penduduk. Penduduk di dua negeri ini tidak tinggal diam. Walau pun sama-sama beragama Kristen, mereka tidak senang dan melakukan pembalasan. Terjadilah pertempuran sengit dan pembunuhan yang mengerikan. Dari 300.000 orang pasukan Salib itu hanya 7000 orang saja yang selamat sampai di Semenanjung Thracia di bawah pimpinan sang Rahib.

 9 September 1096: Nikaia, Antiochia
Di Xerigordon (dahulu wilayah Turki) ribuan orang juga dibunuh. Dan ketika menaklukan Antiochia di tahun yang sama antara 10.000-60.000 pria-wanita dan anak-anak juga dibunuh oleh pasukan Salib Kristen.

 Tahun 1205: Kebijakan Paus senilai 5 juta nyawa!
Paus Innocent II yang lain menyingkirkan King John of England karena menyerang beberapa orang uskup. Akhirnya John terpaksa mengirimkan pesan kepada Paus dengan kata-kata sbb: “Seorang utusan angelik, atas nama Inggris dan Irlandia, mendoakan Yesus dan pengikutnya, penaung kami Paus Innocent, dan seluruh penerus katoliknya.

Sejak hari ini, kami menjadikan kerajaan ini sebagai penganut setia Paus dan hierarkinya. Kami telah menganggarkan 1.000 pound Inggris untuk disumbangkan kepada kotak gereja setiap tahunnya. 500 pound diberikan setengah tahun sekali, dalam bentuk uang perak. Jika saya atau pengganti saya yang berada di tahta Inggris melanggar perjanjian ini, dengan sendirinya kami akan kehilangan kekuasaan Inggris.”

Surat John ini bisa dibaca pada buku karya Marcel Cache berjudul Social History, jilid dua. Di halaman 123 buku tersebut, tertulis juga bahwa pada periode ini, 5 juta orang dihukum karena melanggar fikiran ortodoks atau menentang titah Paus. Mereka dihukum gantung atau mereka dicampakkan ke dalam penjara yang mirip sumur gelap. Dalam tempo 18 tahun, antara tahun 1481-1499, mahkamah gereja telah membakar hidup-hidup 1.020 orang. 6.860 orang digergaji hingga hancur lebur dan 97.023 orang disiksa hingga mati.

Itulah Kristen: AJARAN HORROR YANG DISEBARKAN MELALUI PENYIKSAAN, PEMBUNUHAN, PEMBANTAIAN, DAN BANJIR DARAH DI SANA SINI, serta berbagai julukan yang seram-seram lainnya untuk menggambarkan track-record pendahulu mereka selama ribuan tahun sebagai bukti bahwa Kristen lebih teppat disebut sebagai ajaran Iblis yang haus darah daripada ajaran kasih!

Bahkan kristen juga pantas diberi label sebagai ajaran KANIBAL karena pada 11 Desember 1098 di Marra (Maraat an-numan), setelah membunuh ribuan orang, karena kelaparan yang berkepanjangan maka mayat musuh yang sudah membusukpun dimakan oleh Pasukan Salib Kristen! Fakta ini dibeberkan oleh Albert Aquensis, fan diakui sendiri oleh pasukan salib tersebut dalam surat mereka kepada Paus. Tidak hanya sangat sadis dan keji, ternyata pasukan Kristen pun kanibal, doyan memakan daging manusia. Benar-benar kebiadaban pasukan salib Kristen memang tidak ada tandingannya. 

Manusia biasa tentu tidak sanggup melakukan kekejaman dan kebiadaban tak henti-henti dengan berbagai macam cara seperti itu, kecuali Kristen.

 Tahun 1209: Perang Salib Albigensia
Perang Salib Albigensia diumumkan oleh Paus Innocent III terhadap para pembangkang agama di Perancis Selatan. Pada tahun 1209 ini terjadi pembantaian terhadap Kelompok Cathary oleh Paus Innocent III, karena menolak konsep ketuhanan Yesus.

Sejak awal mula perkembangan Kristen, banyak sekali aliran yang tidak mengakui Ketuhanan Jesus. Contohnya, adalah satu kelompok yang bernama Cathary yang hidup di Selatan Perancis. Kelompok Cathary adalah penganut Catharism, satu kelompok heresy radikal di Zaman Pertengahan. Cathary percaya bahwa karena daging adalah jahat, maka Kristus tidak mungkin menjelma dalam tubuh manusia. Karena itu, Kristus tidaklah disalib dan dibangkitkan.

Dalam ajaran Cathary, Yesus bukanlah Tuhan, tapi Malaikat. Untuk memperhambakan manusia, tuhan yang jahat menciptakan gereja, yang mempertontonkan “sihirnya” dengan mengejar kekuasaan dan kekayaan. Ketika kaum ini tidak dapat disadarkan dengan persuasif, Paus Innocent III menyerukan kepada raja-raja untuk memusnahkan mereka dengan senjata, sehingga ribuan orang penganut aliran Cathary ini dibantai.

 27 Mei 1234: Sekitar 5000 sampai 11.000 Petani dibantai karena menolak membayar pajak Gereja yang mencekik leher.

Jangan heran melihat betapa semangatnya orang-orang Kristen untuk menghabisi nyawa orang lain tak henti-henti. Karena ajaran dan perintah-perintah untuk melakukan hal itu memang ada dalam Alkitab mereka. Banyak ayat-ayat yang membimbing mereka untuk secara aktif terlibat dalam aksi-aksi perusakan, penyiksaan, pembantaian, pemerkosaan dan segala kebiadaban lainnya yang dilakukan tanpa rasa berdosa, karena semua itu mereka yakini sebagai Perintah Tuhan.

 Tahun 1524-1526: Kekejaman Gereja di Jerman.
Kala itu gereja di Jerman begitu manunggal dengan negara dan sekelompok petani yang telah lama merasa tertindas melakukan pemberontakan. Tokohnya, Thomas Munzer, seorang pengkhotbah radikal, menyatakan bahwa para petani dan buruh tambang lebih bisa memahami Injil ketimbang para pastor. Kata-kata Munzer membuat dada para petani gemeretak dan mereka menjadi semakin bulat menantang.

Tapi pasukan petani hanya mengandalkan artileri bikinan sendiri ditambah doa dan pidato, sementara pasukan para pangeran menggebuk Kota Frankenhausen dengan kanon. Syahdan, 5.000 orang yang dikalahkan dibunuh, 300 tawanan dijatuhi hukuman mati. Ketika istri-istri mereka meminta ampun, permohonan itu disetujui dengan syarat; wanita-wanita itu harus menghantam kepala dua pendeta yang menganjurkan pemberontakan, sampai otaknya muncrat. Mereka setuju. Setelah 130.000 petani tewas, akhirnya pemberontakan pun padam. (Goenawan Mohamad, 1991:164,165, 170-171, 210-211 - simak review di sini).

 Tahun 1572: Pembantaian protestan Perancis
Pembantaian pada hari St.Bartolomeus, orang Protestan Prancis dibantai secara massal oleh Catherina de Medici.

Pembantaian ini merupakan salah satu peristiwa yang secara fatal menghancurkan gerakan kaum Protestan di Prancis. Raja Prancis dengan cerdik mengatur pernikahan antara adik perempuannya dengan Laksamana Coligny, seorang pemimpin kaum Protestan. Pesta pernikahan dirayakan dengan besar-besaran.

Setelah empat hari berpesta, para serdadu diberi tanda. Pukul 12 malam, semua rumah kaum Protestan di seluruh kota Paris didobrak satu per satu. Coligny dibunuh, tubuhnya dibuang ke jalan melalui jendela, kemudian kepalanya dipenggal dan dikirimkan kepada Paus. Mereka juga memotong tangan dan alat kelaminnya dan menyeretnya sepanjang jalan kota Paris selama tiga hari dan akhirnya tubuhnya digantung di dekat bukit yang terletak di luar kota tersebut.

Mereka juga membantai semua orang yang diketahui beragama Protestan. Selama tiga hari pertama, lebih dari 10.000 orang dibunuh. Tubuh orang-orang yang sudah mati itu dibuang ke sungai dan darah mengalir di seluruh jalan-jalan di kota menuju ke sungai sehingga seperti membentuk aliran sungai darah. Karena kemarahan yang meluap-luap, mereka juga membunuh pengikut mereka sendiri kalau mereka dicurigai tidak mempunyai kepercayaan yang kuat terhadap paus. Dari Paris, pembunuhan menyebar ke seluruh bagian Perancis. Lebih dari 8.000 orang dibunuh. Hanya sedikit orang Protestan yang selamat dari kemarahan para penganiaya itu.

 Tanggal 5 April 1585: Pembunuhan massal di Harlem, Belanda.
Tragedi yang juga dikenal dengan nama Tragedi Harlem ini terjadi saat Raja Spanyol Philip II menginstruksikan repressi secara meluas terhadap rakyat Belanda yang kemudian berpuncak pada pembunuhan massal di Harlem itu. Dalam kasus tersebut, sekitar 6.000 aktivis kemerdekaan Belanda dibunuh oleh tentara Spanyol. Perjuangan rakyat Belanda untuk meraih kemerdekaannya akhirnya mencapai hasil pada tahun 1609.

 Tahun 1618-1648: Perang 30 Tahun
Perang 30 tahun antara Katolik lawan Protestan di Eropa. Ribuan orang telah dibantai. Ada banyak wilayah, dinasti, dan isu agama yang melatarbelakangi perang ini, namun secara keseluruhan “Perang 30 Tahun” ini adalah perang antara pangeran-pangeran Jerman Protestan yang beraliansi dengan kekuatan-kekuatan asing, yaitu Perancis, Swedia, Denmark, dan Inggris, melawan kekuatan Imperium Katolik Romawi. Orang-orang Kristen memang terbukti haus kekuasaan dan haus darah.

 23 Oktober 1641: Pembantaian kaum pembangkang Irlandia
Pembantaian oleh pengikut Katolik terhadap Protestan di Irlandia. Para konspirator memilih tanggal 23 Oktober, pada perayaan Ignatius Loyola, pendiri ordo Jesuit.

Mereka merencanakan pemberontakan besar di seluruh negeri. Seluruh pengikut Protestan akan dibunuh tanpa kecuali. Untuk mengendorkan kewaspadaan mereka, keramahtamahan ekstra diperlihatkan kepada kaum Protestan. Pagi harinya, para konspirator dipersenjatai dan setiap orang Protestan yang mereka temui langsung dibunuh. Bahkan orang cacatpun tidak diberi ampun.

Kaum Protestan Irlandia terkejut. Selama ini mereka hidup damai dan aman selama bertahun-tahun tetapi sekarang tidak ada tempat untuk menyelamatkan diri. Mereka dibunuh oleh tetangga sendiri, teman dan bahkan oleh saudaranya sendiri.

Tetapi kematian bukanlah hal yang mereka takuti. Para wanita diikat ditiang-tiang, ditelanjangi sampai pinggang, dadanya dipotong dengan pedang dan dibiarkan mati kehabisan darah. Wanita yang sedang hamil diikat pada cabang pohon, bayi mereka yang belum lahir dibelah dan diberikan kepada anjing sedangkan para suaminya dipaksa menyaksikan kekejaman itu. Pada pembantaian massal di hari perayaan St.Bartholomeus ini, 40.000 orang Protestan tewas dibantai oleh orang-orang Katolik.

 Sekitar Tahun 1890 sampai 1901: Ku Klux Klan Amerika
kira-kira 1.300 orang kulit hitam telah dibunuh tanpa bicara oleh Ku Klux Klan di Amerika. Akibatnya, orang-orang kulit hitam mulai melakukan pemberontakan di beberapa negeri di Amerika.

Berkaitan dengan perbudakan orang-orang kulit hitam, perhatikan sekelumit catatan berikut ini. Dibalik konsep rasialisme keji ala Kristen itu, ternyata musik gereja Gospel itu berasal dari kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang Kristen kulit putih terhadap budak-budaknya!

Konsep rasialisme yang ada sekarang, mulai muncul pada abad ke-XVI ketika perdagangan budak mulai berkembang. Budak-budak didatangkan dari Afrika menuju Eropa atau Amerika. Para pedagang budak yang hampir semuanya Kristen itu menyebarkan paham bahwa masyarakat kulit hitam (ras Afrika) adalah ras yang terkuat namun inferior, sehingga cocok untuk mengerjakan pekerjaan kasar dan harus tunduk pada perintah. Pandangan inferioritas ini sama dengan yang terjadi pada masa Romawi dan Yunani.

Diperkirakan 11,8 juta rakyat Afrika diperdagangkan selama masa Perdagangan Budak Atlantik, di mana sekitar 10 sampai 20% nya tewas dalam perjalanan menyeberangi samudera Atlantik. Pada abad 19, tercatat bahwa 90% budak belian adalah anak-anak. Beberapa negeri Kristen telah menjadi kaya raya karena perdagangan budak ini. Perbudakan Afrika adalah saudara kembar kolonialisme di benua itu.

Bahkan ada satu fakta menarik, bahwa musik Rap yang kita kenal sekarang ini juga berasal dari budak-budak kulit hitam yang dipelihara oleh orang-orang Kristen kulit putih.

Kebanyakan buku, Acara Tv dan sejarawan mengatakan bahwa rap di buat atau diciptakan di Bronx, tapi ini tidak sepenuhnya benar. Rap Amerika yang kita kenal sekarang dimulai sekitar 1970 di Boogie Down Bronx. Untuk mengerti secara keseluruhan, kita harus kembali ke masa lampau: dimulai di Afrika. Di Afrika -untuk lebih spesifik- suku-suku disana mengabadikan sejarah mereka dalam bait-bait ritmik dan nyanyian.

Karena ada banyak suku-suku, banyak terdapat bahasa daerah dan suku-suku yang bahasa mereka seringnya tidak dibuang/dilupakan. Jadi, untuk menjaga sejarah dan legenda mereka menggunakan lagu dan ritmik untuk menceritakannya. Karena pedagang budak kulit putih datang dan memisahkan mereka dari keluarga dan suku mereka.

Orang Afrika asli membawa cerita dan rima mereka bersama pedagang budak Eropa. Mereka (pedagang budak) tidak mengijinkan para budak bicara menggunakan ”Bahasa Ibu” (bahasa afrika asli). Para pedagang budak itu berpikir bahwa dengan menggunakan bahasa aslinya mereka dapat berencana untuk membuat rusuh. Walaupun mereka dirantai, tapi mereka diperbolehkan untuk menyanyi. Ini membuat para budak bertahan hidup dan merasa lebih baik. Para budak wanita di perkosa dan sering kali hamil oleh crew (para pembantu pedagang budak). Budak wanita dijadikan bonus buat para crew. Perjalanan seperti ini bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan.

Dan bila dari sekitar 1000 budak, ada 600-700 budak yang selamat, itu adalah perjalanan yang bagus. Dan bila budak wanita hamil maka mereka akan mendapatkan harga yang lebih baik (karena ada tambahan bayi dalam kandungan budak wanita). Lalu orang-orang Kristen/para majikan alias pemilik budak itu berlaku sama untuk mendapatkan lebih banyak budak, yaitu memperkosa budak wanita hingga hamil dan anak hasil perbuatan itu dijadikan budak lagi. Mereka, para majikan bahkan memberikan tamu mereka satu atau dua wanita untuk teman tidur!

Ketika mereka menyanyi mereka bekerja lebih giat karena isi nyanyiannya adalah tentang dari mana mereka berasal dan sejarah suku-suku mereka. Waktu selanjutnya, karena majikan bersifat lebih lunak, para budak diperbolehkan libur setiap hari minggu. Pada hari minggu tersebut, para budak pergi ke gereja dan menyanyikan lagu kebebasan. Hal ini kemudian berubah menjadi paduan suara Gospel.

Jadi musik Gospel Gereja berasal dari pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan orang-orang Kristen terhadap budak-budak kulit hitam! Yesus pasti menangis pilu melihat buah dari pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan oleh para pengikutnya ini!

 1914-1919: Perang Dunia-I
Jutaan orang terbunuh akibat keganasan orang-orang Kristen. Perang dunia pertama berlangsung selama 1.565 hari. 9 juta manusia tewas. Tepatnya dalam buku Guinness Book of Records disebutkan bahwa Perang Dunia I menelan korban 9.700.000 jiwa, 22 juta cacat dan tidak dapat bekerja seumur hidup. Demikianlah statistik kerusakan dalam medan perang. Angka kematian dan kecederaan yang terjadi di kota-kota padat penduduk sebagai akibat sampingan perang tidak dapat dihitung. Angka biaya perang mencapai lebih dari $400 milyar. Peserta perang sebagian besar adalah negara-negara berpenduduk mayoritas beragama Kristen.

 Tahun 1940: Tragedi Kroasia
Orang-orang Kristen non Katolik di Kroasia (bagian dari Yugoslavia yang mayoritas beragama Katolik) hanya diberi dua pilihan: pindah menjadi penganut agama Katolik atau mati. Gedung-gedung gereja mereka ditutup, dokumen-dokumen jemaat dimusnahkan, gedung-gedung yang masih berhubungan dengan kegiatan gereja dibakar habis.

Sering kali para umat Ortodoks ditangkap sewaktu mereka beribadat, dan disekap dalam gerejanya atau dalam aula-aula gereja sambil menunggu nasib mereka ditentukan: dipaksa pindah agama, dikirim ke kamp konsentrasi atau dieksekusi. Orang-orang yang selamat, biasanya hanya sedikit, akhirnya menggantung nasibnya kepada para Komandan Ustachi dan para padri Katolik yang bersama mereka.”

“Pembunuhan massal dilakukan dengan membunuh secara orang-per-orang, kebanyakan terjadi di daerah pinggiran kota. Para Ustachi sering menggunakan senjata-senjata primitif, seperti garpu, sekop, palu dan gergaji, untuk menyiksa korban-korban mereka tergantung dari hukuman yang diberikan. Mereka mematahkan kaki, menguliti tubuh dan janggut korbannya, membuat buta korbannya dengan mengiris mata mereka dan bahkan mengeluarkan bola matanya.”

Informasi ini direkam dalam bentuk gambar dan kesaksian tersumpah para korban yang selamat. Mereka tidak membedakan antara anak-anak atau wanita. Sebagai contoh:’Di desa-desa antara Vlasenica dan Kladani tentara Nazi menemukan anak-anak yang disalib oleh Ustachi. Para pastor Katolik mendalangi pembunuhan anak-anak tersebut.’

Seorang pastor Katolik bernama Juric berkata, “Saat ini bukan merupakan suatu dosa jika membunuh anak berusia tujuh tahun kalau anak tersebut ternyata menghalangi gerakan Ustachi.” [Dari buku Teror Katolik Saat Ini (Catholic Terror Today) oleh Avro Manhattan]

Kemudian pada tahun 1941, Oustachis (Militan Katolik Kroasia) disewa oleh Mussolini untuk membantu Italia di pantai Adriatik. Tahun 1941, Hitler dan Mussolini menginvasi dan memecah Yugoslavia. Pavelitch dijadikan pemimpin “Negara Merdeka Kroasia”.

Tanggal 18 Mei 1941, Paus Pius XII menerima Pavelitch beserta rekan-rekannya. Pada hari itu juga, pembunuhan besar-besaran terhadap kaum Ortodoks Kroasia mencapai puncaknya, mereka dipaksa menganut paham Katolik. Para Oustachis juga memburu kaum minoritas Serbia. Andrija Artukovic adalah perancang utama dari pembunuhan besar-besaran tersebut.

 29 Agustus 1942: The Crusaders Sang Penjagal
Kejahatan perang paling buruk, mungkin juga aneh, dilaksanakan oleh para anggota badan intelejen Ustachi. Dalam kasus Petar Brzica tidak diragukan lagi merupakan salah satu kejahatan yang paling dahsyat. Peter Brzica yang pernah mengenyam pendidikan di Fransiscan College di Siroki, Brijeg, Herzegovina, adalah seorang mahasiswa fakultas hukum, dan seorang anggota organisasi Katolik “The Crusaders”.

Pada 29 Agustus 1942 malam, di kamp konsentrasi Jasenovac, perintah eksekusi dikeluarkan. Taruhan dilakukan siapa kira-kira yang akan melakukan eksekusi terhadap tahanan yang jumlahnya besar itu. Peter Brzica memotong leher 1.360 orang tahanan dengan pisau jagal yang dibuat khusus. Dia dinobatkan sebagai pemenang dan diangkat sebagai raja pemotong leher manusia. Sebuah jam emas, pelayanan kelas satu dan babi panggang serta anggur dihadiahkan kepadanya.

Kejahatan perang yang dilakukan pasukan Ustachi jauh melampaui penyiksaan fisik yang kejam. Korban-korban mereka juga disiksa secara mental. Sebagai contoh adalah kebrutalan, yang tidak pernah terjadi sebelumnya, yang disaksikan oleh beberapa saksi mata sehubungan dengan kejadian berikut ini.

Di Nevesinje, Ustachi menangkap sebuah keluarga Serbia yang terdiri dari ayah, ibu dan empat orang anak. Sang ibu dan keempat anaknya dipisahkan dari ayahnya. Selama tujuh hari mereka dibiarkan kelaparan dan kehausan. Kemudian Ustachi membawa sebuah daging panggang dan air minum yang banyak untuk ibu dan keempat anak tersebut. Karena sangat lapar, merekapun memakan habis daging panggang tersebut. Setelah mereka selesai, para Ustachi memberitahukan bahwa daging yang dimakan itu adalah tubuh ayah mereka. Ini adalah contoh dari kemarahan Vatikan yang lepas kendali. Ini adalah contoh dari kebiadaban Katolik yang tak bisa disangkal lagi.

 Tahun 1942: Kamp Konsentrasi Jasenovac
Seorang biarawan ordo Fransiskan, Miroslav Filipovic, sebagai seorang pastor adalah komandan kamp konsentrasi di Jasenovac. Kamp konsentrasi ini merupakan kamp yang unik karena jumlah tahanan muda yang dikirim kesana. Tahun 1942 kamp ini menampung 24.000 tahanan orang muda Orthodoks. 12.000 diantaranya dibunuh dengan darah dingin. Banyak mayat-mayat anak-anak kecil yang mati kelaparan di kamp konsentrasi di Jasenovac.

Di Dubrovinick, Dalmatia, para prajurit fasis banyak yang mempunyai foto seorang Ustachi yang mengenakan dua buah kalung. Satu kalung merupakan untaian mata manusia, yang lainnya untaian lidah orang-orang Serbia Ortodoks yang dibunuh.

Pada tahun 1942 ini juga, Gereja Katolik akhirnya memang kemudian terbukti terlibat kejahatan dalam Perang Dunia Kedua, karena membiarkan pembantaian atas 2300 warga Serbia di Kroasia, yang waktu itu bergabung dengan Yugoslavia.

Pembantaian yang terjadi pada tahun 1942 tersebut, menurut warga etnis Serbia, tak lepas dari peran rohaniawan gereja Katolik setempat. Seorang imam dari biara Petricevac saat itu diketahui memimpin sekumpulan fasis etnis Kroasia bersenjata untuk menyerbu suatu desa dan membunuh 1800 laki-laki dan 500 perempuan.

Total selama Perang Dunia II, Statistik menyebutkan bahwa 35 juta orang terbunuh (menurut Guinness Book of Records 54.800.000 jiwa), 20 juta kehilangan kaki-tangan, 17 juta liter darah tertumpahkan, 12 juta anak terlahir cacat, 13.000 sekolah dasar dan menengah, 6.000 universitas dan 8.000 laboratium sains telah musnah, serta 319 milyar peluru telah ditembakkan.

Perang Dunia I dan II yang telah mengakibatkan puluhan juta manusia mati disebabkan oleh negara-negara Kristen seperti Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Amerika, dan lain-lain. Episode horror berbagai penyiksaan dan penyembelihan umat manusia yang dilakukan oleh orang-orang Kristen sangat mewarnai sepanjang perang berlangsung. Setelah membantai puluhan juta manusia, anehnya mereka masih suka menuduh negara-negara Islam sebagai teroris. Padahal tidak ada satu negara Islam pun yang mengakibatkan puluhan juta manusia mati seperti mereka.

 Pada 4 Mei 1978: Terror Tentara Tuhan
Tentara Afrika Selatan membunuh lebih dari 600 penduduk di Kamp pengungsi Kassinga di Namibia. Sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Tentu mereka tidak dianggap teroris oleh orang-orang Kristen, karena para pembantai biadab ini adalah pemeluk Kristen. Di Uganda, Tentara Pertahanan Tuhan (LRA) juga sering melakukan aksi terorisme. Namun karena mereka para pelaku pembantaian itu beragama Kristen, tentu hampir mustahil orang-orang Kristen memberi label “teroris” kepada mereka.

Bandingkan dengan stigma teroris yang mereka berikan kepada seluruh umat Islam sebagai akibat dari ulah individu atau kelompok-kelompok radikal yang mengatasnamakan Islam. Padahal apapun bentuk kejahatannya, jika dibandingkan dengan kejahatan-kejahatan "ultra biadab" yang selama ribuan tahun dilakukan oleh umat kristen, baik secara kualitas maupun kuantitas, tidak ada apa-apanya!

 Tahun 1980-an: Darah di Irlandia
banyak terjadi pembunuhan terhadap tokoh-tokoh Katolik di Irlandia Utara. Sir John Stevens, kepala Polisi Metropolitan Inggris, menyimpulkan bahwa pihak keamanan Inggris terlibat langsung dalam rangkaian pembunuhan tokoh-tokoh Katolik itu.

Dinas intelijen angkatan bersenjata Inggris dan polisi Irlandia Utara, yang sebagian besar anggotanya beragama Protestan, diberitakan menjalin kerja sama dengan organisasi teroris Protestan UDA. Sedikitnya dua aksi pembunuhan yang dilakukan UDA dihubungkan langsung dengan tentara Inggris dan polisi Irlandia Utara.

Sebenarnya isi laporan tidak terlalu mengejutkan. Ini hanya menguatkan isu-isu yang sudah lama beredar, bahwa tentara Inggris dan polisi Irlandia Utara tidak selalu berperan netral sewaktu perang saudara di tahun 1980-an.

 April-Mei 1994: Tumpah Darah di Rwanda
Terjadi aksi pembantaian besar-besaran di Rwanda oleh orang-orang Kristen Hutu terhadap Kristen Tutsi. Lebih dari 800.000 orang Tutsi tewas dibantai Hutu.

Rwanda adalah sebuah negara di Afrika yang berpenduduk mayoritas 70% beragama Kristen, yang terdiri dari pemeluk Katolik 58% dan Protestan 12%. Terbesar kedua adalah animisme dengan 23% dan Islam minoritas dengan 9% penganut. Berdasarkan etnis di Rwanda yang paling dominan adalah suku Hutu dengan 89%, disusul oleh suku Tutsi 10% dan Twa (Pigmy) 1%.

Di Rwanda kurang lebih 800.000 (sumber lain menyebutkan 1 juta) suku Tutsi menjadi korban pembantaian terencana oleh tokoh-tokoh militan suku Hutu, bahkan sebagian suku Hutu sendiri yang beraliran moderat, dalam arti tidak memusuhi suku Tutsi, juga menjadi korban pembantaian tersebut.

Kilas balik peristiwa, pada 6 April 1994 Presiden Rwanda, Juvenal Habyarimana kembali dari Tanzania untuk proses perdamaian. Pesawatnya ditembak jatuh oleh kelompok ekstrim anggota partainya sendiri saat mencoba mendarat di Kigali, ibukota Rwanda.

Kematian Habyarimana dijadikan alasan untuk menjalankan genosida. Radio nasional Rwanda dan beberapa radio swasta mengudarakan instruksi pada kelompok pembantai yang disebut interahamwe; yang artinya ‘mereka yang bertarung bersama’, dan secara terus-menerus meminta mereka melancarkan pembantaian itu.

Kelompok angkatan bersenjata Rwanda membantu aksi interahamwe itu setiap kali para pembunuh itu menghadapi perlawanan kelompok Tutsi. Penyediaan alat transportasi dan bahan bakar membuat pasukan maut itu mampu mencapai daerah-daerah suku Tutsi yang cukup terisolasi.

“Kalian harus bekerja lebih keras, kuburannya belum penuh,” dorong sebuah suara di radio. Bulan April 1994, ketika genosida (pembantaian etnis) mulai terjadi di Rwanda, masyarakat biasa seakan tak bisa lepas dari radio mereka. Di sebuah bagian dunia tempat kebanyakan masyarakatnya tidak punya saluran listrik, begitulah cara informasi tersebarkan. Namun di Rwanda di musim semi tersebut, stasiun-stasiun radio terkenal nampaknya hanya punya satu tujuan: untuk menghasut massa Hutu agar membasmi kaum Tutsi para tetangga mereka.

Stasiun radio yang paling terkenal di antara semuanya adalah RTLM (Radio Televison des Milles Collines), Radio Televisi Ribuan Bukit. Stasiun ini dikenal karena para disc jockey-nya yang terbaik di Rwanda dan karena pencampuran musik Afrika yang menarik, program beritanya, dan analisa politiknya.

Didirikan tahun 1993 dan dimiliki oleh anggota keluarga dan teman-teman Presiden Habyarimana, stasiun ini memberikan khotbah berisikan pesan ekstrim tentang keunggulan kaum Hutu, namun kebanyakan masyarakat non-politik Rwanda mendengarkan stasiun ini karena musik yang mereka putarkan.

Dalam kenyataannya, hati dan pikiran mereka sedang dipersiapkan untuk melakukan genosida. Ketika pembunuhan dimulai tangal 6 April, apa yang telah diciptakan oleh para pemilik dan manager stasiun tersebut menjadi jelas-sebuah mimbar mengerikan darimana pesan untuk membunuh disebarkan ke seluruh Rwanda. RTLM-lah yang memberikan sinyal untuk memulai pembantaian atas bangsa Tutsi dan kaum Hutu yang moderat.

Tanggal 7 dan 8 April RTLM menyiarkan: “Kalian harus membunuhnya [kaum Tutsi], mereka adalah kecoa …” Tanggal 13 Mei: “Kalian yang sedang mendengarkan kami, bangkitlah agar kita dapat berjuang demi Rwanda kita… Bertempurlah dengam senjata yang kalian  miliki; Anda yang memiliki panah, gunakan panah, Anda yang memiliki tombak bertempurlah dengan tombak; Bawa alat-alat tradisional kalian … Kita semua harus melawan [bangsa Tutsi]; kita harus menghabisi mereka, membasmi mereka, buang mereka dari seluruh negara… Tidak boleh ada pengampunan bagi mereka, sama sekali.” Dan pada tanggal 2 Juli: “Saya tidak tahu apakah Tuhan akan membantu kita dalam membasmi [bangsa Tutsi]… namun kita harus bangkit untuk membasmi ras orang-orang jahat ini… Mereka harus dibasmi karena tidak ada cara lain.”

Pesan tersebut berhasil. Bulan Juli 1994, ketika kemenangan Tutsi yang dipimpin Front Patriotis Rwanda (RPF) mengakhiri pembantaian tersebut, sejumlah 1 juta rakyat Rwanda -kebanyakan kaum Tutsi, namun juga kaum Hutu yang termasuk dalam partai-partai demokratis di Rwanda- telah terbunuh. Radio-radio telah dengan sangat suksesnya menghasut genosida tersebut. Jatuhnya hampir 1 juta korban jiwa dari peristiwa tersebut merupakan pelajaran dunia tentang kebiadaban Kristen yang kesekian kalinya.

 28 April 2002: Pembantaian Kristen oleh Kristen di Ambon
Penyerangan dan pembantaian di desa Soya, Ambon. Pada tanggal tersebut, terjadi pembantaian di pemukiman Kristen, desa Soya di Ambon. Dan yang menjadi korbannya adalah umat Kristen semua, belasan yang tewas dan luka-luka, termasuk seorang bayi yang tidak tahu apa-apa tewas dibantai dengan keji. Banyak rumah-rumah yang dibakar dan gerejapun dirusak oleh rombongan perusuh tersebut.

Ketika itu dengan lantangnya dan serempak seluruh umat Kristen di Maluku menuding Laskar Jihadlah pelaku yang berada di balik pembantaian itu. Bahkan tragedi pembantaian terhadap umat Kristen di Desa Soya dan ekses-ekses lainnya ini, termasuk yang paling diexpose oleh media-media atau situs corong Kristen terutama yang gencar dilakukan oleh oknum Pendeta Cabul JL di situs Ambon Berdarah online, atau lebih tepatnya “ON-LIE”.

Walaupun tentu menjadi pertanyaan bagi kita semua, bagaimana mungkin Laskar Jihad atau apapun kelompok dari luar mampu untuk menerobos masuk kedalam desa Soya yang jalannya sulit dan berliku-liku itu tanpa diketahui oleh orang dalam desa tersebut? Ternyata jawabannya simpel: ORANG KRISTEN SENDIRILAH YANG MELAKUKAN PEMBANTAIAN TERHADAP SAUDARA SEIMANNYA ITU!

Tujuan mereka TEGA melakukan pembantaian terhadap umat dan gerejanya sendiri adalah supaya konflik di Maluku yang mereka ciptakan itu dapat terus berlangsung, syukur-syukur eskalasinya makin besar sehingga dapat mengundang kekuatan PBB pimpinan Si Setan Besar AS atau Si Pencium Pantat Setan Besar UK untuk masuk ke sana.

Tujuan mereka sudah jelas, referendum bagi masyarakat Maluku! Dan melihat perimbangan populasi penduduk di Maluku yang sekarang sudah lebih banyak orang Kristennya, karena umat Islamnya banyak yang sudah mereka bantai dan para pendatang dari luar Maluku seperti Bugis, Makassar, Padang, Jawa dan lain-lain sudah banyak pulang ke daerah asalnya akibat konflik berdarah yang dilancarkan pasukan salibis ini, maka mereka yakin pihak Kristen akan unggul dalam referendum itu nanti. Dasar umat biadab!

 Tidak di Rwanda saja
Bulan Agustus 2004 juga terjadi pembantaian terhadap ratusan suku Tutsi oleh suku Hutu di Burundi. Di Burundi, 67% rakyatnya adalah pemeluk agama Kristen dan 32% animisme. Suku Hutu merupakan mayoritas (seperti juga di Rwanda) dengan 85%, kedua terbanyak adalah Tutsi 14%, dan minoritas suku Twa (Pigmy) 1%.

Ratusan pengungsi Tutsi yang sedang tertidur lelap DIBANTAI oleh milisi-milisi suku Hutu di daerah perbatasan antara Rwanda-Burundi. Pemerintah Burundi menuduh milisi-milisi Hutu tersebut disupport atau setidaknya memiliki hubungan dengan teroris-teroris (Kristen) Hutu di Rwanda yang membantai 1 juta suku Tutsi disana tahun 1994.

Namun yang pasti, didukung atau tidak, memiliki hubungan atau tidak, mereka adalah orang-orang Kristen dan mereka biadab.

[Sumber: Aliey Faizal]

No comments :

Blogger Comments