Comments
Timelines
Contact
Social Media

Thursday, October 13, 2011

thumbnail

Allah Mengutus Seorang Nabi Untuk Setiap Umat comments

Ini bacaan khusus hanya bagi mereka yang mau menggunakan akalnya secara baik dan benar saja.
  
Allah Maha Adil, maka Allah tidak akan mendzalimi hamba-Nya. Allah bukan hanya Tuhan bagi bani Israel dan Arab saja, bukan Tuhan milik turun temurun bani Ibrahim ‘alaihissalaam saja, Tetapi Allah adalah Tuhan bagi seluruh umat manusia!

Semasa Nabi Ibrahim hidup, ada umat lain di samping umat beliau yang juga hidup di bagian lain bumi ini. Saat bani Israel mulai tumbuh berkembang, saat itu juga sudah banyak manusia selain mereka yang hidup di belahan bumi lainnya. Begitu seterusnya.

Adalah sangat tidak adil jika Allah  hanya Tuhan untuk bani Israel saja, atau Tuhan bagi keturunan Ibrahim saja. Bagaimana dengan umat lain yang juga sama-sama lahir ke dunia dan hidup tapi bukan keturunan bani Israel atau bukan keturunan Ibrahim lainnya? 

Jika Tuhan untuk seluruh umat manusia, maka sudah semestinya ada Nabi, atau pemberi peringatan juga untuk mereka, bukan?

Jika Tuhan hanya mengutus para Nabi-Nya kepada bani Israel atau keturunan Ibrahim saja, maka bagaimana jadinya dengan keselamatan akhirat bagi umat selain mereka? Apakah hanya bani Israel, atau keturunan Ibrahim saja yang akan selamat di akhirat, sementara umat selain mereka dimasukkan ke dalam neraka? Padahal jumlah umat selain bani Israel dan keturunan Ibrahim sangatlah banyak, bahkan jauh melebihi jumlah bani Israel dan keturunan Ibrahim sendiri, bukan?

Para Nabi sebelum Nabi Muhammad, dakwahnya hanya terbatas pada kaumnya saja, seperti misalnya; Nabi Musa AS, atau Nabi Isa AS. Beliau-beliau ini bertugas hanya sebagai utusan Tuhan bagi bani Israel saja.

"Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani lsrail." (QS. 43:59)

"Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.” (QS. 61:6)

Atau keterangan dalam Injil:

Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan beliau berpesan kepada mereka: “Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. (Matius 10:5-6)

Jawab Yesus: “Aku diutus HANYA kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” (Matius 15:24)

Jadi, para utusan Allah sebelum Nabi Muhammad SAW hanya diutus untuk masing-masing kaumnya saja. Konsekuensi logis dari bentuk keadilan Tuhan adalah, Allah pasti mengirim utusan-Nya yang lain kepada umat selain bani Israel!

Hanya saja, sejak pengutusan Nabi Muhammad SAW, maka tidak ada lagi utusan Allah yang lainnya, sebab beliau adalah utusan terakhir, bukan hanya kepada kaumnya saja, tapi bagi seluruh umat manusia!

Di dalam hadits Bukhari Muslim Rasulullah SAW bersabda: 

"Aku telah diberikan lima hal yang tdk diberikan kepada seorangpun dari kalangan para nabi sebelumku … (hadits yang panjang, dan terakhirnya adalah) "Dan aku diberi syafaat dan adalah nabi sebelumku diutus kepada kaum secara khusus sedangkan aku diutus kepada seluruh manusia.”

Artinya, sebelum Nabi Muhammad SAW, tidak ada utusan Allah yang diutus  untuk seluruh umat manusia. 

Lalu, bagaimana Al-Qur'an berbicara mengenai keadilan Tuhan bagi umat lain selain bani Israel dan keturunan Ibrahim yang lainnya? Mari sama-sama kita simak bagaimana Al-Qur'an berbicara tentang hal ini.

"Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan." (QS. 35:24)

"Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya." (QS. 10:47)

Kesimpulannya, kepada setiap umat pasti Allah mengutus pemberi peringatan atau Nabi mereka masing-masing. Dengan demikian, bukan hanya kepada bani Israel maupun keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam lainnya saja. 

Lantas, bagaimana penjelasannya?
Misalnya saja, bagaimana di India? Tentunya harus ada Nabi juga dong, bukankah di sana juga banyak manusia yang hidup,  mereka juga butuh keselamatan dunia dan akhirat, bukan?

Jika menilik ayat di atas dan keyakinan kita bahwa Allah SWT adalah Maha Adil serta sangat menyayangi seluruh hamba-hamba-Nya tanpa pandang bulu, maka yang jelas, pasti ada!

Berdasarkan penafsiran beberapa ulama dan ahli sejarah, di India pernah diutus seorang Nabi pemberi peringatan. Menurut mereka Budha 'Sidharta' Gautama adalah Nabi Idris. 

Dari sejarah ditemukan persamaan-persamaan sejarah hidupnya. Tapi hanya dalam beberapa dekade saja terjadi penyimpangan-penyimpangan ajarannya sehingga kemudian Buddha 'Sidharta' Gautama dianggap sebagai Tuhan atau Dewa yang diagungkan.

Hal ini tidak berbeda dengan apa yang terjadi di tanah Arab. Menurut sejarah, Latta, Uzza dan Manat adalah orang-orang shalih yang mendapatkan kemuliaan dan "Karamah" dari Tuhan. Begitu hormatnya orang-orang terdahulu pada mereka, sehingga terjadilah penghormatan yang kelewat batas alias berlebihan, sehingga setelah wafatnya, mereka dianggap sebagai anak-anak Allah. (baca QS 53:19-20)

19. Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) mengaggap al Lata dan al Uzza,
20. dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)

Pada tahap selanjutnya dibuatlah patung-patung sebagai wujud mereka untuk disembah-sembah dan dianggap sebagai perantara antara mereka dengan Tuhan dalam doa.

Tidak berbeda pula dengan Nabi Isa AS. Saat beliau sudah tiada, terjadi penyimpangan-penyimpangan, penghormatan yang berlebihan sehingga mengangkat beliau menjadi anak Tuhan, bahkan dalam konsili Nicea akhirnya diangkat menjadi Tuhan itu sendiri!
Tidak berbeda juga dengan keadaan saat ini. Beberapa orang shalih (misalnya saja para wali), ketika mereka wafat, banyak orang yang menunjukkan pernghormatan kepada mereka secara berlebihan. Orang-orang ini menganggap para wali dapat menjadi perantara antara mereka dengan Allah, hingga makam mereka dijadikan tempat sembahyang. Orang-orang ini  menganggap para wali tersebut dapat menyampaikan doa mereka pada Allah, menganggap keramat makam para wali Allah, bahkan ketakutan mereka akan kuwalat pada makam para wali melebihi takutnya pada Allah! Mereka menganggap berdoa dan beribadah di makam lebih afdhol dan akan terkabul daripada beribadah dan berdoa di Mesjid!
Alasan mereka sama dengan alasan yang diberikan oleh bani Qurays jaman dahulu ketika ditanya mengapa mereka menyembah berhala:

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya.” (QS. 39:3)

"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” (QS. 10:18) 

Terbukti, penyimpangan-penyimpangan atas ajaran para Nabi Allah terjadi setelah mereka, dan orang-orang shalih penerus ajaran mereka, meninggal. Ini adalah sejarah yang berulang dari jaman ke jaman.

Bagaimana misalnya dengan Hindu? 
Tidak salah juga jika ada penafsiran yang mengatakan, bahwa penyebar Hindu pertama adalah seorang Nabi Allah juga, yang pada periode-periode berikutnya mengalami penyimpangan-penyimpangan. Hal ini dapat diketahui dari kitab suci agama Hindu yang mengajarkan ajaran Tauhid, walau kemudian hari diselewengkan menjadi Tuhan yang banyak.

(Shevatashvatara Upanishad Ch 4: V.19)
Tuhan itu tidak ada sesuatupun yang menyerupai Dia

Bhagavad Gita Ch.10:V.3)
Allah Tuhan yang tidak dilahirkan, tiada permulaan, Tuhan Seru Sekalian Alam.

(Rigveda Book 1 Hymn 164:V.146)
Allah Maha Esa. Panggilah dengan berbagai nama. (asmaul husna)

(Rigveda Book 8 Hymn 1:V.1)
Kami tidak menyembah seseorang kecuali Allah yang satu.

(Chandogya Upanishad Ch.6 Sek.2 V.1)
Tuhan hanya satu tidak ada sekutu dengan-Nya

(Shevatashvatara Upanishad Ch 6: V.9)
Allah itu tidak beribu bapa.

Sama dengan ajaran ke-Tauhidan Islam, bukan? 
Persis plek! Tidak bergeser sedikit pun. Hanya dalam praktek ritual keagamaannya kemudian terjadilah penyimpangan-penyimpangan, sesembahan-sesembahan, sesajen dll, yang sebenarnya bertentangan dengan ajaran Tauhid kitab aslinya.

Bahkan Nabi Muhammad pun disebut dalam kitab suci Hindu. Silahkan baca hasil copas di bawah ini:


CATATAN
:
Seorang professor bahasa dari ALAHABAD UNIVERSITY INDIA dalam salah satu buku terakhirnya berjudul “KALKY AUTAR” (Petunjuk Yang Maha Agung) yang baru diterbitkan memuat sebuah pernyataan yang sangat mengagetkan kalangan intelektual Hindu.

Sang professor secara terbuka dan dengan alasan-alasan ilmiah, mengajak para penganut Hindu untuk segera memeluk agama Islam dan sekaligus mengimani risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw, karena menurutnya, sebenarnya Muhammad Rasulullah SAW adalah sosok yang dinanti-nantikan sebagai sosok pembaharu spiritual.

Prof. WAID BARKASH (penulis buku) yang masih berstatus pendeta besar kaum Brahmana mengatakan bahwa ia telah menyerahkan hasil kajiannya kepada delapan pendeta besar kaum Hindu dan mereka semuanya menyetujui kesimpulan dan ajakan yang telah dinyatakan di dalam buku. Semua kriteria yang disebutkan dalam buku suci kaum Hindu (Wedha) tentang ciri-ciri “KALKY AUTAR” sama persis dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh Rasulullah SAW.

Dalam ajaran Hindu disebutkan mengenai ciri KALKY AUTAR diantaranya, bahwa dia akan dilahirkan di jazirah, bapaknya bernama SYANUYIHKAT dan ibunya bernama SUMANEB. Dalam bahasa sansekerta kata SYANUYIHKAT adalah paduan dua kata yaitu SYANU artinya ALLAH sedangkan YAHKAT artinya anak laki atau hamba yang dalam bahasa Arab disebut ABDUN.

Dengan demikian kata SYANUYIHKAT artinya “ABDULLAH”. Demikian juga kata SUMANEB yang dalam bahasa sansekerta artinya AMANA atau AMAAN yang terjemahan bahasa Arabnya “AMINAH”. Sementara semua orang tahu bahwa nama bapak Rasulullah Saw adalah ABDULLAH dan nama ibunya AMINAH.

Dalam kitab Wedha juga disebutkan bahwa Tuhan akan mengirim utusan-Nya kedalam sebuah goa untuk mengajarkan KALKY AUTAR (Petunjuk Yang Maha Agung). Cerita yang disebut dalam kitab Wedha ini mengingatkan akan kejadian di Gua Hira saat Rasulullah didatangi malaikat Jibril untuk mengajarkan kepadanya wahyu tentang Islam.

Bukti lain yang dikemukakan oleh Prof Barkash bahwa kitab Wedha juga menceritakan bahwa Tuhan akan memberikan Kalky Autar seekor kuda yang larinya sangat cepat yang membawa kalky Autar mengelilingi tujuh lapis langit. Ini merupakan isyarat langsung kejadian Isra’ Mi’raj dimana Rasullah mengendarai Buroq

Jadi, tidak salah jika Allah telah berfirman bahwa setiap umat akan diturunkan para Nabi atau pemberi peringatan. Sinolog (pakar per-china-an) terkemuka, James Legge, mengklaim, “Lima ribu tahun silam bangsa China adalah monoteis—bukan henoteis, tapi monoteis” (“Konfusianisme dan Taoisme menerangkan dan sebanding dengan Kristen”). Kristen Syria, serta rekan terkemudian mereka dari Gereja Katolik, melihat kemiripan antara Shandi/Tian dan Tuhan Ibrahim, dan oleh sebab itu menjadikan “Shangdi” sebagai nama “Tuhan” Kristen dalam bahasa China. Beberapa akademisi Kristen China, nyatanya, juga menegaskan bahwa Tuhan Ibrahim dan Shangdi China merupakan entitas yang sama.

Jadi, sebenarnya, semua ajaran berasal dari satu sumber yang sama tetapi kemudian terkontaminasi dengan kepercayaan-kepercayaan lainnya, sehingga mulailah terjadi berbagai macam penyimpangan-penyimpangan.. semakin lama, penyimpangan akan terasa semakin jauh, tetapi jika ditelusuri dari sumber yang asli, maka akan kita dapatkan sebuah keyakinan yang sama, yaitu ajaran Tauhid, hanya satu Tuhan yang Esa, tempat bergantung setiap makhluq-Nya,tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada yang menyamaiNya (ringkasan QS Al Ikhlas)

Wallahu a’lam.


[Sumber: Pengajian Al-Mubayyin]

No comments :

Blogger Comments