Comments
Timelines
Contact
Social Media

Tuesday, July 12, 2011

thumbnail

Dapatkah Hal Hal Ghaib Diketahui? comments


Di antara sifat seorang mukmin dan salah satu karakter orang yang bertaqwa adalah dia beriman, berkeyakinan tentang adanya hal-hal ghaib yaitu membenarkan segala sesuatu yang telah dikhabarkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya dari hal-hal ghaib yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera dan tidak bisa dicapai oleh akal manusia, akan tetapi hanya diketahui berdasarkan wahyu yang diterima oleh para nabi dan rasul.

Allah subhanahu wata’ala berfirman;
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

"Alif laam miim. Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka." (QS. al-Baqarah [2]: 1-3). 

Ahlus Sunnah wal Jama'ah juga berkeyakinan bahwa pengetahuan terhadap yang ghaib termasuk hal yang menjadi rahasia Allah subhanahu wata’ala dan sifat-Nya yang paling khusus, yang tidak satu makhluk-pun dapat menyamai-Nya, sebagaimana firman-Nya;


وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelei daun-pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Makhfudz)" (QS. al-An'am [6]: 59)

Maka siapa yang berkeyakinan bahwa dirinya atau orang lain boleh menguasai atau mengetahui perkara ghaib berarti ia telah kufur, karena hal ini tidak pernah diberitakan oleh Allah subhanahu wata’ala kepada siapa pun; tidak kepada para malaikat yang dekat dan tidak juga kepada para rasul yang diutus.

Allah subhanahu wata’ala berfirman;


قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
"Katakanlah! (Hai Muhammad) Tiada seorang pun baik di langit maupun di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka dibangkitkan" (QS.An-Naml [27]: 65)

Dan firman-Nya;



قُل لاَّ أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَآئِنُ اللّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ
"Katakanlah! (Hai Muhammad), “Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa perbendaharaan (rahasia) Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib, dan tidaklah aku mengatakan kepada kalian bahwa aku ini malaikat, aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku" (QS.Al-An'am [6]:50)
Ada pun perkara-perkara yang ghaib yang dikhabarkan oleh para nabi dan rasul, sebagaimana Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menghabarkan kepada ummatnya tentang tanda-tanda hari Kiamat; Tentang adanya surga dan neraka; Tentang adanya azab kubur dan nikmat kubur, serta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memegang leher jin Ifrit ketika beliau diganggu oleh Jin tersebut di dalam shalatnya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, dan hal-hal ghaib lainnya, maka yang demikian, tiada lain sebagai salah satu tanda kenabian dan keistimewaan bagi beliau, dan merupakan wahyu Ilahi, sebab beliau tidak bertutur kata melainkan berdasarkan wahyu Allah subhanahu wata’ala.

Allah subhanahu wata’ala berfirman;



عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداً
إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً
"(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang hal ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya". (QS. Al-Jinn [72]: 26-27) 
Namun sangat disayangkan di antara kaum Muslimin masih banyak yang percaya kepada cerita-cerita khurafat, mistik, dan cerita-cerita syirik jahiliyah. Misalnya keyakinan bahwa ada di antara manusia yang dapat mengetahui perkara yang ghaib, bisa mengetahui nasib seseorang, mengetahui peristiwa yang akan datang, bisa melakukan penerawangan dan bahkan mengaku bisa melihat makhluk-makhluk ghaib seperti Jin. Fenomena demikian sering kita dapati di sekitar kita, apalagi dengan adanya sekian banyak bentuk tayangan media, baik cetak ataupun elektronik yang menggambarkan demikian, dan hal itu justru memperparah dan seolah-olah telah melegitimasi bahwa yang demikian adalah benar, padahal justru sebaliknya. Keyakinan-keyakinan yang ada merupakan keyakinan yang menyimpang yang sangat membahaya kan aqidah seorang Muslim.
Pada dasarnya yang mereka lakukan itu hanyalah tipu daya jin dan propaganda syaithan untuk menggiring kaum Muslimin agar jauh dari tuntunan al-Qur'an dan as-Sunnah, kemudian terjerumus ke lembah kesyirikan dan terkubur ke dalam lumpur kekufuran. Karena hal ini merupakan perbuatan menyekutukan Allah subhanahu wata’ala dengan selain-Nya dalam hal yang menjadi kekhususan Allah subhanahu wata’ala, yaitu mengetahui hal-hal yang ghaib.

Allah subhanahu wata’ala berfirman;



إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاء لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ
"Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman". (QS. Al-A'raf [7]:27) 

Dengan demikian klaim seseorang yang mengaku mengetahui hal-hal ghaib telah banyak merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat, sehingga mereka menjalani aktivitas hidupnya berdasarkan saran-saran yang disampaikan oleh sang pendusta tukang ramal dan sebangsanya, padahal dia pada dasarnya tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudharat kepada siapa pun.
    Allah subhanahu wata’ala berfirman;


    قُل لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً إِلاَّ مَا شَاء اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ
    "Katakanlah! (Hai Muhammad), “Aku tidak berkuasa mendatangkan manfa'at bagi diriku dan tidak (pula kuasa) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan." (QS.Al-'Araf [7]:188) 
    Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saja tidak mengetahui hal-hal yang ghaib selain yang diwahyukan kepadanya, bahkan dengan terus terang beliau menafikan yang demikian itu atas dirinya, maka bagaimana dengan orang-orang selain beliau? Tentu mereka pasti lebih tidak tahu. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih berhak daripada mereka.
    Berkaitan dengan permasalahan ini Allah subhanahu wata’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan peringatan dan ancaman dalam banyak hadits beliau.

    Allah subhanahu wata’ala berfirman;


    فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللّهِ كَذِباً لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
    "Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan". Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim". (QS. Al-An'am [6]:144)

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    "Bukan dari golongan kami, orang yang menentukan nasib sial dan mujur berdasarkan tanda-tanda benda, burung(dan lain-lainnya), yang bertanya dan yang menyampaikannya atau yang bertanya kepada dukun dan yang mendukuninya, atau yang menyihir dan meminta sihir untuknya, dan siapa yang mendatangi kâhin (dukun dan sejenisnya) lalu membenar kan apa yang diucapkannya maka dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad (murtad dari Islam)" (HR. Al-Bazzâr dengan sanad yang bagus).
      Di dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
      "Barangsiapa mendatangi 'arraaf (tukang tenung/peramal) dan menanyakan sesuatu kepadanya maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari." (HR. Muslim).
        Dalam redaksi yang lain beliau bersabda,
        "Siapa yang mendatangi 'arraaf (peramal) atau kahin (dukun) dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad." (HR. Sunan Empat, dan dishahihkan oleh al-Hakim).
          Dari hadits-hadits yang mulia ini, menunjukkan larangan mendatangi kahin (dukun), 'arraaf (peramal) atau sebangsanya dalam bentuk apa pun; Larangan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang ghaib; Larangan mempercayai dan membenarkan apa yang mereka katakan, serta ancaman bagi mereka yang melakukannya. Ini semua karena mengandung bahaya dan kemungkaran yang sangat besar, dan berakibat negatif yang sangat besar pula, disebabkan mereka telah melakukan kedustaan dan dosa.
          Oleh karena itu seorang muslim tidak dibenarkan mendatangi mereka dan menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan jodoh, pernikahan anak atau saudaranya, atau yang menyangkut hubungan suami istri dan keluarga, tentang kecintaan dan kesetiaan, dan lain sebagainya. Karena ini berhubungan dengan hal-hal ghaib yang tidak diketahui hakikatnya oleh siapa pun kecuali hanya Allah subhanahu wata’ala.
          Kita memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar kaum Muslimin terpelihara dari tipu daya setan jin dan manusia, dan semoga Allah subhanahu wata’ala selalu memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin agar berhati-hati terhadap mereka, sehingga terjaga dari kejahatan mereka dan segala praktek keji yang mereka lakukan. 

          Wallahu a’lam bish shawab.


          [Rujukan: Risalah fi Hukmi as-Sihr wa al-Kahanah, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Kitabut Tauhid II, Tim Ahli Tauhid, Kitabut Tauhid, Muhammad at-Tamimi, Majalah as-Sunnah, 10/VI/1423H-2002M. (Abu Farwah)]


          No comments :

          Blogger Comments